6/9/13

Tardidi

Suasana gereja HKBP Sudirman, Jakarta, pada Minggu (02/06/2013) sesaat sebelum prosesi tardidi dimulai.
Selalu ada penanda dalam hidup manusia. Kok, bisa? Tentu saja. Wong, manusia adalah homo significan. Artinya, meaning makers!

Nah, mari kita biarkan soal tanda, penanda, makna, dan tetek bengek penyertanya itu menjadi kajian ilmu semiotika. Tak perlulah saya dan Anda terlalu jauh menyelami bidang itu. Bisa satu semester sendiri nanti waktu yang tersita untuk bicara soal itu.

Sesungguhnya saya mau bicara soal tanda kepemilikan manusia. Maksudnya? Ya, kalau Anda mengaku memiliki nama tertentu, mari kita sebut saja dia 'Bunga', maka secara otomatis akan ada tanda yang mengidentifikasikan kepemilikan nama Anda itu. Bisa itu akta lahir atau juga KTP.

Nah, dalam keyakinan ber-Tuhan yang saya anut, anak adalah milik Tuhan. Oleh sebab itu, harus pula ada penanda bahwa dia telah menjadi milik Tuhan, yang dalam hal ini adalah Yesus Kristus.

Dan, tardidi-bahasa batak dari baptis-menjadi sebuah penanda anak telah resmi menjadi milik Tuhan Yesus Kristus. Minggu lalu (02/06/2013) saya, istri, dan keluarga besar membawa Enet Le Miracle-puteri pertama saya-ke gereja HKBP Sudirman, Jakarta untuk dibaptis. Adalah pendeta DR. Dewi Sri yang dipakai Tuhan sebagai orang yang membaptisnya.

Lalu? Ya, sudah bisa diterkalah, tentu saja. Namanya saja sudah jadi milik. Pasti akan dijaga dan terlebih lagi dikasihani. Kalau sudah begitu, apa yang kurang dalam menjalani hidup ini? Tenang sudah!

Rasa itu pula yang kemudian kami syukuri pada hari yang sama dengan menggelar pesta syukuran. Ya, saya menyebutnya pesta, meski dilakukan di rumah. Kenapa? Sebab, acara syukuran itu memakan biaya yang cukup besar. Tidak kurang dari 13 juta rupiah ludes sudah.

Semoga saja, itu bukan bentuk pemborosan kami, tapi ungkapan rasa syukur yang tak ternilai atas karya penyelamatan dan kasih Tuhan terhadap keturunan pertama kami yang membawa keajaiban: Le Miracle!


-PO-
090613
23:40
*daripengapnyakamartidur

No comments:

Post a Comment