11/28/10

ADVENT 1 (2010)



Ada yang bilang minggu advent itu minggu penantian. Ya, siapa lagi yang dinanti kalau bukan sang Juruselamat Yesus Kristus. Namun, ada juga yang berpandangan agak berbeda. Advent dimaknai penataan hidup dalam menggapai kelahiran Kristus Yesus. Jadi, kalau mau memperingati kelahiran sang Penebus haruslah lebih dahulu kita menata hidup. Tentu saja, lebih baik seturut dengan kehendaknya.

Dua dari sekian banyak pengertian akan advent itu sejatinya salig melengkapi. Saya sendiri, di malam yang sepi ini tidak mempermasalahkan beragam pengertian advent tersebut. Justru dari semua definisi itu saya lagi-lagi mencoba bertanya kepada diri sendiri. Sudah sejauhmana persiapan diri saya dalam menggapai Natal???

Jangankan menata hidup lebih jauh demi sebuah natal, wong hari sabat ini saja saya tidak mampu untuk meluangkan barang sekitar dua jam untuk bersekutu dengan umat seiman memuji Tuhan dalam ibadah minggu. Saya terlena dalam justifikasi aktualisasi diri menjadi berguna bagi orang lain-yang sangat mungkin sebenarnya apa yang saya lakukan hanyalah sebuah kesia-siaan karena berupa candu dan bentuk pemuasan diri sendiri.

Cukup??? Belum! Dimana bentuk persiapan menyambut sang sumber kasih manakala hati ini masih juga dipenuhi amarah dan dendam kepada banyak orang. Misal: kepada bos-bos di kantor yang (menurut saya) bertindak semena-mena. Atau bahkan benci bos karena perkataan yang terlontar dari mulutnya sempat menyinggung perasaan. Atau bahkan kepada orang tua sendiri. Ini tak lain dan tak bukan karena sikap arogansi merasa lebih pintar sehingga kerapkali menyalahkan orang tua.

Lebih konyol lagi persiapan menyambut natal demi sebuah kelahiran baru juga dinodai dengan perilaku membicarakan orang lain. Ya, tentu saja lebih banyak bicara mudaratnya daripada sisi positifnya orang tersebut.

Sudah??? Sesungguhnya masih banyak lagi! Namun, di sinilah letak makna advent yang sesungguhnya buat saya secara pribadi: Mau dan mampu membuka diri dan berserah dalam pengasihan Tuhan. Mengapa??? Pastinya agar persiapan menyambut lahirnya Dia yang tentu saja melalui sebuah penataan tadi benar-benar sejalan dengan kehendak Tuhan!

Jadi, menjelang minggu advent dua, saya pun ditantang untuk bersiap menata diri. Bukan hanya menata diri menurut subyektifitas pribadi tapi menata diri dengan membiarkan Tuhan campur tangan dalam proses penataan itu…

Selamat hari advent pertama.

Tuhan berkati!!!




*dariterminalsesal

01:33 WIB

11/27/10

A Man for Others!

00:50 WIB

Mata ini rasanya sudah berat untuk membelalak. Namun, otak berkata lain. Dan, karena sang otak yang pegang kendali tubuh ini, jadilah mata 'sayu' pun berkompromi dengan 'sang dirigen' tubuh untuk terus bisa menatap layar monitor komputer berukuran 17" ini.

Kalau hasrat sedang membara, apa daya pikiran terus berkelana. Dus, jadilah otak tetap bekerja meski sejatinya telah lebih dari 20 jam menguras energi dengan berbagai aktifitas jurnalistik. Penyebabnya satu. Reaksi dua sahabat yang saling bertentangan.

"Walahh loepa! ASLI LUPA, Bro! gwt, mana bsk gw ga k kntr lg..parah..senin dah.." tulis sang sahabat seiman dalam pesan singkatnya lewat henpon, menyikapi permohonan saya yang seyogyanya dijanjikan akan diberikan sore tadi.

Ya, tadi sore saya berbincang-bincang dengan sang sahabat seiman ini via telepon. Tujuannya satu. Saya minta tolong agar dia berkenan membantu saya memberikan contoh berkas proposal untuk pembelajaran saya. "bisa...bisa...gua cari sekarang..nanti sore gua kabari.."jawabnya dari kejauhan via telepon menyanggupi permohonan saya agar dibantu mendapatkan contoh proposal tersebut.

Alih-alih mendapatkan contoh proposal, malah di malam harinya, saya seperti bertepuk sebelah tangan manakala diberitahu via sms seperti di awal tadi yang menyatakan bahwa sang sahabat seiman ini 'gagal' dalam menolong saya. Cukup di situ??? Tunggu dulu! Ketika kami berbincang-bincang di telepon tadi, secara berkelakar sang sahabat seiman ini juga sempat melontarkan guyonan ciri khasnya. "Masak wartawan aja yang dapat amplop...kita juga mau dong dapat amplop..."celetuknya terkait akan permohonan saya tadi. Harapannya, sang sahabat seiman ini diberi imbalan setelah membantu memberikan sesuatu-dalam hal ini contoh berkas proposal.

Saya pun bereaksi. Dan, tawa berderai dari mulut mungil ini seraya berkata, "kalo buat profesional sih boleh boleh aja lu..tapi masak buat pertemanan masih begitu juga??" sang sahabat seiman ini pun menimpali dengan tawa juga.

01:15 WIB

Sekarang, perut saya yang mulai berdericit. Seporsi bubur ayam dengan telor ayam kampung dan keju plus sate ati ampela santapan tadi sore ternyata tak mampu bertahan hingga dini hari ini. Tapi, pikiran saya masih terus berkecamuk.

Sayapun teringat kejadian kemarin malam. Persis tengah malam seperti ini. Saya kecelakaan! Bukan kecelakaan besar memang, tapi cukuplah membuat jemari kiri tangan saya agak lecet. Tidak hanya itu, teman saya yang membonceng saya dengan sepeda motor juga ikut-ikutan cidera. Bahkan ia lebih parah. Selain jari jemarinya yang lecet, dadanya juga ikut memar.

Ya, kemarin malam, motor yang kami tumpangi menabrak mobil. Memang itu salah kami. Pasalnya, kami agak sedikit mabuk pasca minum-minum bir di sebuah kafe di kawasan Cikini, Jakarta Pusat. Parahnya lagi, karena kesalahan ada di pihak kami maka mengganti kerusakan mobil yang kami tabrak tadi pun menjadi sebuah keharusan.

Nah, beruntung saat itu, ada seorang sahabat lain yang juga bersama kami tetapi menggunakan motor yang berbeda. Dengan sigapnya, ia menuju ATM untuk menarik uang tunai sebesar 250 ribu rupiah untuk mengganti lampu belakang mobil yang kami tabrak tadi. "Men...besok..uang lu gua ganti ya..."ucap saya atas tindakannya. Sayapun berjanji mengganti karena saya tahu sahabat yang tak seiman ini sedang dalam kondisi keuangan yang bisa dikatakan pas-pas an. Betapa tidak, mau untuk biaya kawinnya saja-yang akan berlangsung Desember tahun ini-masih belum mencukupi. "Pusing gua Men..catering buat kawinan belon gua bayar euy.."cerita sang sahabat tak seiman ini suatu malam beberapa minggu sebelum kejadian kecelakaan tersebut.

Namun, di tengah 'morat-marit-nya' keuangan sang sahabat tak seiman ini justru ia tanpa pikir panjang menolong saya dan teman saya yang tadi sedang tertimpa musibah.

01:32 WIB

Hoaaaaaammm....Kantuk ini mulai semakin menyiksa. Tapi saya harus bertahan. Pasalnya, saya ingin berbagi. Ya, saya ingin berbagi cerita ini kepada dunia bahwa ada sahabat dengan berbagai macam bentuk. Bentuk yang pertama seperti sang sahabat saya yang seiman tadi. Sementara bentuk lainnya, yaaa...mudah diterka. Tentu saja seperti sang sahabat yang tidak seiman yang terakhir saya ceritakan.

01:35 WIB

Ini harus jadi waktu penanda terakhir saya berbagi kisah. Pasalnya, esok saya harus berjibaku dengan rutinitas pagi. dan, saya pun butuh istirahat yang cukup untuk dapat tetap fit menyongsong rutinitas itu.

Di termin terakhir ini saya teringat sebuah kata bijak: "Only by being a man-or-woman-for-others does one become fully human". Semoga saya tidak salah dalam mengartikannya. Namun, jika diterjemahkan secara bebas, maka hidup manusia itu akan benar-benar BERMAKNA manakala ia berguna bagi orang lain!

Nah, alih-alih memberikan penilaian subyektif terhadap dua sahabat saya tadi, saya malah berusaha menimang-nimang. Kira-kira, sudah sejauh manakah saya mengisi kehidupan ini menjadi lebih bermakna: MENJADI BERGUNA BAGI ORANG LAIN!!!



*dariterminalkasih


Jumat, 26 Nopember 2010

01:48 WIB

11/8/10

Cermin!

"Sudah rapihkah diri Anda?"

Kalimat satir itu tiba-tiba berkelebatan di benak saya malam ini. Bisa jadi, kalimat itu terasa asing di telinga. Tapi, bagi Anda yang punya pengalaman personal seperti saya ketika mendatangi kantor lurah di tempat tinggal saya, maka sangat mungkin kita 'berjodoh'.

Ya, di tembok pilar utama kantor lurah Jati Padang, Pasar Minggu, terpampang sebuah cermin vertikal setinggi tidak lebih dari satu meter. Nah, di sudut atas cermin itulah nangkring kalimat satir tadi. Selintas, pemasangan tulisan tersebut di pilar tadi seperti tak bermakna. Namun, setelah saya ingat-ingat kembali posisi cermin itu barulah saya mengerti.

Ternyata, posisi pilar yang 'ditunggangi' cermin berkalimat nyeleneh itu berada tepat di depan ruang kantor Pak Lurah. Jadi, barang siapa yang akan memasuki ruang Pak Lurah, maka ia pun haruslah 'berhadapan' dengan cermin tadi. Dan, sudah bisa ditebak! Pada saat kita berpapasan dengan cermin itu maka mata ini seolah tak mungkin luput menyapu sebaris kalimat tanya tadi. Pasalnya, kalimat itu ditulis dengan ukuran font yang cukup besar dan berwarna pula (seingat saya warna font-nya adalah biru).

Lalu, apa dampaknya setelah saya berpapasan dengan cermin itu? Secara psikologis, sedikit banyak, saya melirik diri. "Ada yang 'salah' kah dengan penampilan saya ini???" gumam saya dalam hati.


*****


Malam ini, saja baru saja menyaksikan film R.E.D di bioskop di dekat rumah. Saya tertarik dengan segala jenis film yang 'berbau' action. Dan, R.E.D menjanjikan suguhan aksi tersebut dalam rangkaian ceritanya. Pasalnya, ada Bruce Willis-si tokoh penuh aksi-di sana.

Binggo!!! Selama 111 menit tayangan film itu didominasi oleh aksi-aksi para pemainnya. Sayapun 'ejakulasi'. Tidak hanya itu, kepuasan saya bertambah manakala ada dialog yang sangat menarik sehingga memaksa saya mengurangi waktu istirahat malam ini untuk menuliskannya dalam note singkat ini. Adalah adegan Frank Moses-tokoh yang diperankan oleh Bruce Willis-di suatu waktu percakapan via telepon dengan William Cooper-tokoh antagonis yang diperankan oleh Karl Urban.

Frank Moses mengingatkan atau bahkan cenderung terkesan mengancam William Cooper. "Jika Anda ingin istri dan ke dua anakmu selamat, maka jangan main-main dengan keselamatan Sarah Ross" ucap Moses sesaat setelah orang yang dicintainya-Sarah Ross-disandera oleh Cooper dan jajaran CIA-nya.*

Cooper seolah diingatkan oleh Moses bahwa apa yang telah diperbuatnya terhadap orang lain bisa juga berdampak yang serupa terhadap dirinya.


*****


Moses, Cooper, Sarah, dan seluruh pemain R.E.D sangat jauh secara fisik dengan cermin kantor lurah tadi. Pemain R.E.D dan kru-nya berada di negeri Paman Sam sana, sementara sang cermin dengan tulisan satir itu berada di dekat rumah saya: di bilangan Pasar Minggu. Meski mereka berjauhan secara fisik, namun R.E.D-khususnya dialog Moses dan Cooper-dengan cermin tadi dengan secara makna. Mereka sama-sama mencoba menyajikan refleksi aksi-reaksi dengan apa adanya.

Sang lurah berharap, cermin dengan tulisan "Sudah rapikah diri Anda?" membawa dampak positif: orang yang akan masuk ruangannya akan merapikan dirinya setelah melihat bagaimana kondisinya saat itu. Setali tiga uang dengan itu, Moses pun berharap, agar Cooper mau merubah 'ketidakrapihannya' setelah tahu ternyata anak-anak dan istrinya pun bisa bernasib serupa.

Sayapun kini akan mencoba lebih banyak bercermin dengan saksama. Pasalnya, boleh jadi tidak terhitung lagi berapa banyak saya bercermin dalam rentetan aktifitas sehari-hari. Mau mandi setelah bangun tidur, bercermin. Mau berangkat kerja, juga bercermin. Di tengah jalan berpapasan dengan kaca mobil yang agak gelap sedikit, lagi-lagi saya bercermin. Tapi, pertanyaan refleksinya adalah sudahkah saya bercermin terhadap seluruh apa yang saya perbuat akan kembali memantul persis seperti itu lagi? Kalau kata orang bijak: "Jika Anda ingin agar orang lain berbuat sesuatu terhadapmu, maka perbuatlah demikian juga." Jadi, kalau saya mau dihargai orang, maka sayapun harus menghargai orang!



*Dialog itu adalah terjemahan bebasa dari dialog aslinya dalam bahasa Inggris.



**dariterminalfajar
02:23 WIB