12/30/10

ADVENT 4 (2010)


"..Damai itu indah..."
Ini menjadi kisah penutup rangkaian cerita tentang Advent di tahun 2010. Apalagi kalau bukan NATAL!!!

Hampir bisa dipastikan bahwa seluruh manusia Indonesia yang melek pendidikan tahu, seonggok mahluk apa itu natal. Mulai dari definisi natal itu adalah lahir hingga natal yang dikaitkan dengan hari raya umat kristiani.

Bagi saya sendiri, natal itu damai! Kalau tidak ada kedamaian, maka tidak ada natal. Kalau tidak bisa berdamai, maka tidak bisa ber-natal.

Dan ironisnya...saya melalui beberapa ibadah natal (mulai dari malam natal hingga hari natal) di tahun 2010 ini tapi tetap, saya tidak bisa berdamai!

Selamat Natal bagi Anda yang merayakannya! Semoga bukan seremoni natal yang Anda rayakan, melainkan merayakan dan mensyukuri atas kedamaian yang sejati (termasuk memberi damai bagi orang lain). Tuhan berkati!


*dariterminalharap
00:34 WIB

12/17/10

ADVENT 3 (2010)


"Manusia merencanakan, Tuhan mengecewakan..."


Sejatinya adagium yang lazim dikenal adalah "Manusia merencanakan, Tuhan menentukan..". Namun, sekitar tiga hari lalu, seorang kawan berkelakar dengan saya dan melontarkan pelesetan dari adagium terebut sehingga menjadi apa yang dikutip pada awal tulisan ini.

Saya cukup terusik dengan pelesetan kawan tersebut bahkan hingga dini hari yang sangat amat melelahkan ini. Pasalnya, ada yang kurang sreg rasanya dengan lontaran kalimat dari kawan tadi.

Awalnya, kita saling berguarau di akhir acara pengambilan gambar untuk kepentingan sayembara saya yang berikutnya. Berbeda dengan sayembara yang pernah saya ikuti, kali ini banyak sekali kekurangan dalam proses penyelesaiannya. Mulai dari waktu (saya yang sangat padat) hingga kelengkapan tim untuk menyelesaikan keseluruhan materi sayembara yang telah saya konsepkan. Saat itu, saya sempat gamang. "ah..sudahlah..yang penting gua sudah coba yang terbaik.."

Namun, tak dinyana, sang kawan merespon sambil berkelakar, "Iya..ga apa Mas..Kan manusia merencanakan, Tuhan mengecewakan...hahahaha' Saya pun ikut terbahak-bahak. Pasalnya saat itu saya paham betul si kawan ini berusaha membesarkan hati saya dengan cara guyon. Sebab, saya adalah orang yang sangat suka dengan guyon.

Tapi entah mengapa, kalimat itu terus menerus menghantui malam-malam saya. "Apa iya, Tuhan mengecewakan???" bisik saya dalam hati.

Saat ini, seluruh materi sayembara telah rampung. Mulai dari pre-production hingga post-production berhasil saya tuntaskan meski pengorbanannya harus sampai tidak tidur dua malam berturut-turut. Tidak hanya itu, kehidupan sosial saya juga otomatis menjadi terkikis bahkan terpapas habis.

Tadi siang, saya berkirim email dengan panitia penyelenggara sayembara. Pasalnya, sedianya pengumuman pemenang diumumkan tanggal 16 Desember. Nah, karena siang tadi sudah tanggal 17 Desember saya pun mengonfirmasikannya. "Untuk pengumuman video diundur jadi tanggal 18 Desember. Kita juga telah mencantumkannya di website" tulis sang panitia di email balasan tanpa satu kata maaf pun termaktub atas pengunduran jadwal tersebut.

Gundah! Kata yang bisa mewakili perasaan saya saat ini menanti pengumuman tersebut. Saya benar-benar tidak tahu apa yang akan terjadi. Kalau di sayembara sebelumnya saya masih bisa mendapatkan 'kisi-kisi' dari teman saya yang bekerja di tempat penyelenggara sayembara itu. Nah, kali ini situasinya amat sangat berbeda: "I'm totally alone ranger!"

Situasi ini, secara kebetulan, berlangsung pada minggu advent ke-3 tahun 2010. Minggu ke-3 dimana saya dan umat Kristus lainnya diharapkan mempersiapkan diri menyambut kedatangan Kristus dalam perayaan natal ke bumi.

Mempersiapkan diri artinya juga menghilangkan segala keraguan: Tuhan itu ada, hidup, dan mau berkorban demi keselamatan umat-Nya. Nah, di tengah kegundahan ini, saya kembali diingatkan untuk benar-benar berserah menghilangkan segala keraguan yang ada. Bahwa Tuhan itu ada, hidup, dan membawa keselamatan bukanlah sesuatu yang mengecewakan. Ya, bukan suatu hal yang mengecewakan. Pun demikian jika ada pernak-pernik kehidupan yang tidak sesuai dengan yang manusia harapkan, Tuhan tetap ada, hidup dan memberi keselamatan. Artinya, saya dan manusia yang lain juga akan mendapatkan keselamatan meski itu harus melalui sesuatu yang menurut akal manusia berupa ketidaksesuaian dengan harapan.

Sekarang saatnya bagi saya dan Anda mensyukuri tidak hanya atas apa yang telah kita peroleh, namun juga atas apa yang tidak sesuai dengan yang kita rencanakan?

Selamat menyambut hari advent ke-4. Tuhan berkati!!!



*dariterminalkantuk
02:37 WIB

12/5/10

ADVENT 2 (2010)


"...sembahlah dan pujilah Dia! Raja segala raja! .great sunday everyone.."

Begitulah komentar seorang kawan di halaman dinding facebook-nya hari minggu ini. Selintas, tidak ada yang istimewa dari kalimat tersebut. Apalagi di kancah para pelaku jejaring sosial yang cukup aktif memberi komentar terhadap beragam hal-termasuk hari minggu-maka hal itu bisa jadi juga dilakukan oleh para facebook-er lainnya.

Bagi saya, komentar 10 kalimat tersebut sangat berkesan. Itu sebabnya sayapun tak kuasa menahan jemari ini untuk mengetikkan komentar balasan: "Aih..ngeri kalee status Abang kita kali ini...Lanjutkan lah.."

Bisa jadi Anda akan tambah bingung dengan balasan komentar saya tersebut. Pasalnya, ada kata ngeri dan lanjutkan di sana. Dus, ada baiknya saya bercerita sedikit latar belakang hubungan saya dan kawan yang menuliskan komentar tadi.

Mari kita sebut saja si kawan itu "Kumbang". Sama seperti saya, Kumbang ini juga seorang jurnalis. Hanya, bedanya dia jurnalis media cetak dan berposisi strategis (baca: redaktur) sementara saya jurnalis televisi dan hanya menempati posisi 'kasta terendah'. Saya dan Kumbang berkenalan di sebuah karoke (atau karaoke???). Sudah bisa ditebak. Lagu-lagu yang ditembangkan pun pastinya kisaran lagu sekuler-rock n roll tepatnya. Tidak hanya itu. Dalam setiap keriaan kami (berkaroke bersama teman jurnalis lainnya: semua pria) senantiasa dipandu oleh para wanita yang berparas sensual dan berdandan seronok-tentu saja kualitas suara mereka juga tidak lebih baik dari pedangdut orkes keliling.

Nah, kembali ke komentar tadi. Saya pun terkesan dengan komentar itu manakala pada top of mind saya yang terngiang hanyalah lagu sekuler (tentu dengan nuansa suasana sekuler pula) yang biasa dilagukan oleh sang kawan tadi. Sebagai tambahan informasi, si Kumbang juga mengaku pengikut Kristus.

Saya tidak begitu paham apa latar belakang dari kawan tadi dalam menuliskan komentar tersebut. Pasalnya, saya tidak bertanya lebih jauh kepadanya. Namun yang pasti, kemunculan komentar itu bukan di hari minggu biasa. Tapi minggu ini adalah minggu Advent ke-2 (minggu ke-2 dalam menantikan peringatan lahirnya sang Juruselamat).

Nah, ketika saya menanggapi komentar dengan "ngeri" tadi sejatinya saya agak terkejut. Ternyata, seorang kawan yang saya kenal biasa hanya melantunkan lagu-lagu sekuler juga akrab dengan lagu rohani seperti yang dia tuliskan dalam komentarnya.

Minggu advent 2 di gereja yang saya sambangi tadi pagi bertemakan "Tuhan datang untuk menyelamatkan kita". Secara singkat, benang merah dari masa penantian akan kelahiran itu berujung pada keselamatan manusia. Ya, Tuhan datang ke dunia untuk menyelamatkan. Dan, karena kita telah diselamatkan maka sudah selayaknya kita bersyukur dan berterimakasih.

Hebatnya, dalam komentar sang kawan tadi, menurut saya telah mengejawantahkan rasa syukurnya: "..Sembahlah dan pujilah dia.." Itu juga yang menjadi alasan saya menimpali dengan komentar: "...lanjutkan..."

Sekarang, pujian sudah diangkat. Syukurpun telah dinyatakan. Namun, masa penantian masih terus akan bergulir (ini seiring belum benar-benar datangnya kembali sang Juruselamat ke bumi. Natal, hanyalah menjadi sebuah hari penanda yang diperingati sebagai tonggak kelahiran datangnya sang Juruselamat itu). Sama seperti komentar saya ke Kumbang tadi untuk melanjutkan, maka kini saatnya saya juga harus melanjutkan rasa syukur tersebut.

Selamat menantikan kedatangan Kristus dalam masa advent 3!

Tuhan berkati!


*dariterminalsyukur
02:53 WIB

11/28/10

ADVENT 1 (2010)



Ada yang bilang minggu advent itu minggu penantian. Ya, siapa lagi yang dinanti kalau bukan sang Juruselamat Yesus Kristus. Namun, ada juga yang berpandangan agak berbeda. Advent dimaknai penataan hidup dalam menggapai kelahiran Kristus Yesus. Jadi, kalau mau memperingati kelahiran sang Penebus haruslah lebih dahulu kita menata hidup. Tentu saja, lebih baik seturut dengan kehendaknya.

Dua dari sekian banyak pengertian akan advent itu sejatinya salig melengkapi. Saya sendiri, di malam yang sepi ini tidak mempermasalahkan beragam pengertian advent tersebut. Justru dari semua definisi itu saya lagi-lagi mencoba bertanya kepada diri sendiri. Sudah sejauhmana persiapan diri saya dalam menggapai Natal???

Jangankan menata hidup lebih jauh demi sebuah natal, wong hari sabat ini saja saya tidak mampu untuk meluangkan barang sekitar dua jam untuk bersekutu dengan umat seiman memuji Tuhan dalam ibadah minggu. Saya terlena dalam justifikasi aktualisasi diri menjadi berguna bagi orang lain-yang sangat mungkin sebenarnya apa yang saya lakukan hanyalah sebuah kesia-siaan karena berupa candu dan bentuk pemuasan diri sendiri.

Cukup??? Belum! Dimana bentuk persiapan menyambut sang sumber kasih manakala hati ini masih juga dipenuhi amarah dan dendam kepada banyak orang. Misal: kepada bos-bos di kantor yang (menurut saya) bertindak semena-mena. Atau bahkan benci bos karena perkataan yang terlontar dari mulutnya sempat menyinggung perasaan. Atau bahkan kepada orang tua sendiri. Ini tak lain dan tak bukan karena sikap arogansi merasa lebih pintar sehingga kerapkali menyalahkan orang tua.

Lebih konyol lagi persiapan menyambut natal demi sebuah kelahiran baru juga dinodai dengan perilaku membicarakan orang lain. Ya, tentu saja lebih banyak bicara mudaratnya daripada sisi positifnya orang tersebut.

Sudah??? Sesungguhnya masih banyak lagi! Namun, di sinilah letak makna advent yang sesungguhnya buat saya secara pribadi: Mau dan mampu membuka diri dan berserah dalam pengasihan Tuhan. Mengapa??? Pastinya agar persiapan menyambut lahirnya Dia yang tentu saja melalui sebuah penataan tadi benar-benar sejalan dengan kehendak Tuhan!

Jadi, menjelang minggu advent dua, saya pun ditantang untuk bersiap menata diri. Bukan hanya menata diri menurut subyektifitas pribadi tapi menata diri dengan membiarkan Tuhan campur tangan dalam proses penataan itu…

Selamat hari advent pertama.

Tuhan berkati!!!




*dariterminalsesal

01:33 WIB

11/27/10

A Man for Others!

00:50 WIB

Mata ini rasanya sudah berat untuk membelalak. Namun, otak berkata lain. Dan, karena sang otak yang pegang kendali tubuh ini, jadilah mata 'sayu' pun berkompromi dengan 'sang dirigen' tubuh untuk terus bisa menatap layar monitor komputer berukuran 17" ini.

Kalau hasrat sedang membara, apa daya pikiran terus berkelana. Dus, jadilah otak tetap bekerja meski sejatinya telah lebih dari 20 jam menguras energi dengan berbagai aktifitas jurnalistik. Penyebabnya satu. Reaksi dua sahabat yang saling bertentangan.

"Walahh loepa! ASLI LUPA, Bro! gwt, mana bsk gw ga k kntr lg..parah..senin dah.." tulis sang sahabat seiman dalam pesan singkatnya lewat henpon, menyikapi permohonan saya yang seyogyanya dijanjikan akan diberikan sore tadi.

Ya, tadi sore saya berbincang-bincang dengan sang sahabat seiman ini via telepon. Tujuannya satu. Saya minta tolong agar dia berkenan membantu saya memberikan contoh berkas proposal untuk pembelajaran saya. "bisa...bisa...gua cari sekarang..nanti sore gua kabari.."jawabnya dari kejauhan via telepon menyanggupi permohonan saya agar dibantu mendapatkan contoh proposal tersebut.

Alih-alih mendapatkan contoh proposal, malah di malam harinya, saya seperti bertepuk sebelah tangan manakala diberitahu via sms seperti di awal tadi yang menyatakan bahwa sang sahabat seiman ini 'gagal' dalam menolong saya. Cukup di situ??? Tunggu dulu! Ketika kami berbincang-bincang di telepon tadi, secara berkelakar sang sahabat seiman ini juga sempat melontarkan guyonan ciri khasnya. "Masak wartawan aja yang dapat amplop...kita juga mau dong dapat amplop..."celetuknya terkait akan permohonan saya tadi. Harapannya, sang sahabat seiman ini diberi imbalan setelah membantu memberikan sesuatu-dalam hal ini contoh berkas proposal.

Saya pun bereaksi. Dan, tawa berderai dari mulut mungil ini seraya berkata, "kalo buat profesional sih boleh boleh aja lu..tapi masak buat pertemanan masih begitu juga??" sang sahabat seiman ini pun menimpali dengan tawa juga.

01:15 WIB

Sekarang, perut saya yang mulai berdericit. Seporsi bubur ayam dengan telor ayam kampung dan keju plus sate ati ampela santapan tadi sore ternyata tak mampu bertahan hingga dini hari ini. Tapi, pikiran saya masih terus berkecamuk.

Sayapun teringat kejadian kemarin malam. Persis tengah malam seperti ini. Saya kecelakaan! Bukan kecelakaan besar memang, tapi cukuplah membuat jemari kiri tangan saya agak lecet. Tidak hanya itu, teman saya yang membonceng saya dengan sepeda motor juga ikut-ikutan cidera. Bahkan ia lebih parah. Selain jari jemarinya yang lecet, dadanya juga ikut memar.

Ya, kemarin malam, motor yang kami tumpangi menabrak mobil. Memang itu salah kami. Pasalnya, kami agak sedikit mabuk pasca minum-minum bir di sebuah kafe di kawasan Cikini, Jakarta Pusat. Parahnya lagi, karena kesalahan ada di pihak kami maka mengganti kerusakan mobil yang kami tabrak tadi pun menjadi sebuah keharusan.

Nah, beruntung saat itu, ada seorang sahabat lain yang juga bersama kami tetapi menggunakan motor yang berbeda. Dengan sigapnya, ia menuju ATM untuk menarik uang tunai sebesar 250 ribu rupiah untuk mengganti lampu belakang mobil yang kami tabrak tadi. "Men...besok..uang lu gua ganti ya..."ucap saya atas tindakannya. Sayapun berjanji mengganti karena saya tahu sahabat yang tak seiman ini sedang dalam kondisi keuangan yang bisa dikatakan pas-pas an. Betapa tidak, mau untuk biaya kawinnya saja-yang akan berlangsung Desember tahun ini-masih belum mencukupi. "Pusing gua Men..catering buat kawinan belon gua bayar euy.."cerita sang sahabat tak seiman ini suatu malam beberapa minggu sebelum kejadian kecelakaan tersebut.

Namun, di tengah 'morat-marit-nya' keuangan sang sahabat tak seiman ini justru ia tanpa pikir panjang menolong saya dan teman saya yang tadi sedang tertimpa musibah.

01:32 WIB

Hoaaaaaammm....Kantuk ini mulai semakin menyiksa. Tapi saya harus bertahan. Pasalnya, saya ingin berbagi. Ya, saya ingin berbagi cerita ini kepada dunia bahwa ada sahabat dengan berbagai macam bentuk. Bentuk yang pertama seperti sang sahabat saya yang seiman tadi. Sementara bentuk lainnya, yaaa...mudah diterka. Tentu saja seperti sang sahabat yang tidak seiman yang terakhir saya ceritakan.

01:35 WIB

Ini harus jadi waktu penanda terakhir saya berbagi kisah. Pasalnya, esok saya harus berjibaku dengan rutinitas pagi. dan, saya pun butuh istirahat yang cukup untuk dapat tetap fit menyongsong rutinitas itu.

Di termin terakhir ini saya teringat sebuah kata bijak: "Only by being a man-or-woman-for-others does one become fully human". Semoga saya tidak salah dalam mengartikannya. Namun, jika diterjemahkan secara bebas, maka hidup manusia itu akan benar-benar BERMAKNA manakala ia berguna bagi orang lain!

Nah, alih-alih memberikan penilaian subyektif terhadap dua sahabat saya tadi, saya malah berusaha menimang-nimang. Kira-kira, sudah sejauh manakah saya mengisi kehidupan ini menjadi lebih bermakna: MENJADI BERGUNA BAGI ORANG LAIN!!!



*dariterminalkasih


Jumat, 26 Nopember 2010

01:48 WIB

11/8/10

Cermin!

"Sudah rapihkah diri Anda?"

Kalimat satir itu tiba-tiba berkelebatan di benak saya malam ini. Bisa jadi, kalimat itu terasa asing di telinga. Tapi, bagi Anda yang punya pengalaman personal seperti saya ketika mendatangi kantor lurah di tempat tinggal saya, maka sangat mungkin kita 'berjodoh'.

Ya, di tembok pilar utama kantor lurah Jati Padang, Pasar Minggu, terpampang sebuah cermin vertikal setinggi tidak lebih dari satu meter. Nah, di sudut atas cermin itulah nangkring kalimat satir tadi. Selintas, pemasangan tulisan tersebut di pilar tadi seperti tak bermakna. Namun, setelah saya ingat-ingat kembali posisi cermin itu barulah saya mengerti.

Ternyata, posisi pilar yang 'ditunggangi' cermin berkalimat nyeleneh itu berada tepat di depan ruang kantor Pak Lurah. Jadi, barang siapa yang akan memasuki ruang Pak Lurah, maka ia pun haruslah 'berhadapan' dengan cermin tadi. Dan, sudah bisa ditebak! Pada saat kita berpapasan dengan cermin itu maka mata ini seolah tak mungkin luput menyapu sebaris kalimat tanya tadi. Pasalnya, kalimat itu ditulis dengan ukuran font yang cukup besar dan berwarna pula (seingat saya warna font-nya adalah biru).

Lalu, apa dampaknya setelah saya berpapasan dengan cermin itu? Secara psikologis, sedikit banyak, saya melirik diri. "Ada yang 'salah' kah dengan penampilan saya ini???" gumam saya dalam hati.


*****


Malam ini, saja baru saja menyaksikan film R.E.D di bioskop di dekat rumah. Saya tertarik dengan segala jenis film yang 'berbau' action. Dan, R.E.D menjanjikan suguhan aksi tersebut dalam rangkaian ceritanya. Pasalnya, ada Bruce Willis-si tokoh penuh aksi-di sana.

Binggo!!! Selama 111 menit tayangan film itu didominasi oleh aksi-aksi para pemainnya. Sayapun 'ejakulasi'. Tidak hanya itu, kepuasan saya bertambah manakala ada dialog yang sangat menarik sehingga memaksa saya mengurangi waktu istirahat malam ini untuk menuliskannya dalam note singkat ini. Adalah adegan Frank Moses-tokoh yang diperankan oleh Bruce Willis-di suatu waktu percakapan via telepon dengan William Cooper-tokoh antagonis yang diperankan oleh Karl Urban.

Frank Moses mengingatkan atau bahkan cenderung terkesan mengancam William Cooper. "Jika Anda ingin istri dan ke dua anakmu selamat, maka jangan main-main dengan keselamatan Sarah Ross" ucap Moses sesaat setelah orang yang dicintainya-Sarah Ross-disandera oleh Cooper dan jajaran CIA-nya.*

Cooper seolah diingatkan oleh Moses bahwa apa yang telah diperbuatnya terhadap orang lain bisa juga berdampak yang serupa terhadap dirinya.


*****


Moses, Cooper, Sarah, dan seluruh pemain R.E.D sangat jauh secara fisik dengan cermin kantor lurah tadi. Pemain R.E.D dan kru-nya berada di negeri Paman Sam sana, sementara sang cermin dengan tulisan satir itu berada di dekat rumah saya: di bilangan Pasar Minggu. Meski mereka berjauhan secara fisik, namun R.E.D-khususnya dialog Moses dan Cooper-dengan cermin tadi dengan secara makna. Mereka sama-sama mencoba menyajikan refleksi aksi-reaksi dengan apa adanya.

Sang lurah berharap, cermin dengan tulisan "Sudah rapikah diri Anda?" membawa dampak positif: orang yang akan masuk ruangannya akan merapikan dirinya setelah melihat bagaimana kondisinya saat itu. Setali tiga uang dengan itu, Moses pun berharap, agar Cooper mau merubah 'ketidakrapihannya' setelah tahu ternyata anak-anak dan istrinya pun bisa bernasib serupa.

Sayapun kini akan mencoba lebih banyak bercermin dengan saksama. Pasalnya, boleh jadi tidak terhitung lagi berapa banyak saya bercermin dalam rentetan aktifitas sehari-hari. Mau mandi setelah bangun tidur, bercermin. Mau berangkat kerja, juga bercermin. Di tengah jalan berpapasan dengan kaca mobil yang agak gelap sedikit, lagi-lagi saya bercermin. Tapi, pertanyaan refleksinya adalah sudahkah saya bercermin terhadap seluruh apa yang saya perbuat akan kembali memantul persis seperti itu lagi? Kalau kata orang bijak: "Jika Anda ingin agar orang lain berbuat sesuatu terhadapmu, maka perbuatlah demikian juga." Jadi, kalau saya mau dihargai orang, maka sayapun harus menghargai orang!



*Dialog itu adalah terjemahan bebasa dari dialog aslinya dalam bahasa Inggris.



**dariterminalfajar
02:23 WIB

10/2/10

Mabuk...

Alkohol...
Mabuk...
Pusing...
Mabuk lagi...
Lagi..
Dan lagi...

9/27/10

Syukur...

Syukur sang kepala telah kembali
Tampak pucat memang
Tapi sangat mafhum
Hampir dua minggu bergelut dengan disfungsi...

Selamat datang Pak...


*dariterminalsyukur
23:45

9/26/10

Dosa yang Disyukuri..

Lho...
Kok malah bersyukur atas dosa???

Ya iyalah..
Karena ketika Ogut berdosa..pada saat itulah Ogut berpengharapan..

Lha..
Kok berpengharapan disyukuri??

Ya jelas dong..
Sebab saat Ogut tak lagi berpengharapan...Ogut mati!!!


*dariterminalsesal
00:22

9/21/10

Pak, cepat sembuh ya....!

Ini kegalauanku..
Dini hari sepi sendiri
Tak ada satupun bisa dijadikan diskusi

Ini kegalauanku..
Ayahku sakit jantung lagi..
Sayangnya aku masih sibuk dengan duniaku sendiri

Ini kegalauanku...
Ini kegalauanku..
Ini kegalauanku..
Ini kegalauanku..
Ini kegalauanku..
Ini kegalauanku..
Ini kegalauanku..
Ini kegalauanku..
Ini kegalauanku..

Di mana pedulimu???

8/31/10

Saya, Andi Soraya, dan Getar Henpon...


"Attention please..This is a last call for all passengers of G-I-A flight number GA..." lamat-lamat terdengar pengumuman dari pengeras suara di ruang tunggu bandar udara Radin Inten II, Bandar Lampung pada 30 Agustus sore.

Saya acuh. Tetap duduk Pe-We alias posisi wuenak di salah satu sudut bangku ruang tunggu bandara. Pandanganpun tetap fokus ke layar LCD televisi berukuran 43" yang terpejeng kisaran satu setengah meter di atas kepala saya. Entah apa merk LCD televisi itu. Sangat tidak jelas. Tapi tidak begitu dengan gambar yang tertayang di acara televisi yang sedang berlangsung saat itu. Sayapun bergeming.

Wanita cantik nan seksi sedang tampil. Tidak tuntas adegan sang wanita itu di layar. Tentu saja, karena memang gambarnya tidak runut alias tidak sequence. Maklum, itu acara infotainment. Namun, suara narasi memberi kejelasan. Andi Soraya nama sang wanita itu. "Rencananya janda beranak dua itu akan digelandang ke penjara," jelas sang narator berjenis suara sopran dari speaker LCD tivi tadi. Artis sinetron itu ternyata divonis tiga bulan kurungan oleh Mahkamah Agung karena kasus penganiayaan pada 2008.

Saya menggeser sedikit pantat ke arah yang lebih nyaman. Tapi mata saya tetap ke layar. Andi Soraya seolah magnetar. Daya pikatnya luar biasa kuat. Saya suka berlama-lama memandangi wajah dan tubuh pemain film usia 34 tahun itu. Meski sudah turun mesin-sebutan saya ke fenomena wanita yang sudah melahirkan-Andi tetap yahud.

Pikiran sayapun tidak mau ketinggalan. Imajinasipun berjingkatan kian kemari. Kata seandainya jadi utama. Ya..seketika mata ini menatap Aya-wanita berwajah menggemaskan ini biasa disapa-seketika itu pula benak ini melontarkan seandainya. "Hhmmm..seandainya...aku punya pasangan seperti Andi Soraya..." batin saya dalam hati yang sepersekian detik saja lamanya.

"Attention please..this is a last call for all passengers of Sriwijaya Air flight number..." teriak cempreng sang wanita dari pengeras suara bandara membuyarkan segera angan-angan saya. Kali ini saya peduli. Pesawat yang hendak saya tumpangi akan lepas landas.

########################################################

Rabu dini hari ini, saya masih juga duduk Pe-We. Kali ini tidak di Lampung. Saya berleyeh-leyeh di sudut kamar rumah orang tua di Jakarta. Malam sudah larut, tapi mata belum mengantuk. Layar televisi flat Sanyo 21" coba jadi penawar. Namun, tidur masih jauh panggang dari api. Mata saya malah membelalak. Terang saja, Andi Soraya muncul lagi.

"Selasa siang, Andi Soraya dijemput paksa oleh pihak Kejaksaan Negeri di kediamannya.." jelas Jeremy Tetty sang presenter Liputan 6 Malam SCTV.

Saya kembali menggeser pantat. Tapi bukan untuk dapatkan posisi nyaman. Melainkan saya mau membenahi celana pendek yang posisinya agak berubah. Tangan kiri saya sibuk dengan celana pendek, tangan kanan melompat raih remote control tivi. "Mane neh polumenye?" gerutu saya karena merasa kurang keras mendengar voice over siaran itu. Namun, mata tetap konsentrasi ke wajah imut pesinetron yang terkenal dengan gaya hidup kumpul kebo itu.

Dini hari ini, pesinetron yang identik dengan pasangan brondong alias pria usia lebih muda tersebut tampil beda. Aya berkemeja putih bergaris. Bawahannya? Saya pun ragu. Sebab, gambar di layar hanya bercerita tentang bintang film panas ini seputaran pusar ke atas. Andi Soraya tampak terkepung orang-orang. Riuh. Suasana dalam layar hanya memunculkan wajah imut Andi sesekali saja. Selebihnya, kamera foto dan video jurnalis yang berseliweran.

Saya semakin penasaran. Sementara, tangan kiri saya masih terus bergerilya. Hampir tiga menit sang kidal sibuk sendiri dengan celana pendek warna abu-abu kusam saya. Seketika muncul keterangan gambar di layar: "Andi Soraya Dieksekusi Tanpa Pengacara." Kepala saya menggeleng. Seolah tercerahkan. Ini dampak sekuel gambar berikutnya. Ada gedung berpapannamakan "Rutan Pondok Bambu".

Satu-dua kali kepala saya mengangguk. Mulutpun responsif membentuk "O" tanpa suara. Seolah orkestra yang harmonis, tangan kiri pun berhenti bergerak. "Aggghhh..." nada mengerang melompat dari kerongkongan saya. Kali ini tangan kiri bergerak cepat menjauh dari celana pendek. Jemaripun turut sigap. Bukan membenahi celana pendek atau sesuatu yang di dalamnya. Tapi memindahkan fitur getar henpon ke dering yang dari tadi menggelitik tepat di bawah celana pendek.



-PO-
(dariterminalhasrat)
04:43 WIB

5/27/10

Mau jadi Koki!!


Ya...begitulah jawaban seorang bocah berusia lima setengah tahun yang saya dan kawan saya wawancarai siang tadi.

Namanya Rasyid. Ia baru akan mendaftarkan diri masuk Sekolah Dasar di bilangan Jakarta Pusat. Namun, ketika ditanya soal cita-cita. Ia tidak ragu-ragu dalam menjawab. Tidak hanya itu, Rasyid pu ternyata cukup fasih dalam menuturkan argumen pilihan cita-citanya tersebut. "Enak aja jadi koki..bisa masak enak...bikin adonan kue...trus makan ikan..."jelasnya dengan wajah berseri-seri.

Sungguh jawaban luar biasa. Bukan hanya berbeda dari anak-anak sebayanya yang kerap kali bercita-cita menjadi dokter atau bahkan presiden. Malah, Rasyid berketetapan hati ingin jadi koki.

Saat itu, pikiran saya berkecamuk. Kira-kira pada saat usia seperti Rasyid, apa yang saya cita-citakan ya...??? "Nggak tahu tuh..."jawab saya dengan polos suatu waktu di usia lima tahun-an ketika menjawab orang lain yang menanyakan cita-cita saya.


-PO-
(yangsedangmerinduakanmasalalu)
22:32

Buruh V.s Pengusaha



Bagi para melek ilmu pengetahuan, perseteruan antara kaum buruh dan pengusaha sudah berlangsung sejak lama. Tercatat, tokoh yang membukukan teori perseteruan itu dalam buku fenomenal 'Das Kapital', fenomena itu telah ada sejak 1848. Dan..Karl Marx-lah tokoh di belakang layar buku tadi.

Bahkan, hingga siang hari tadi saya masih merasakan nuansa perseteruan antara kaum pemilik modal dan buruh tersebut. Ini terjadi tepat ketika saya melakukan liputan personalisasi seorang orang tua murid yang akan mendaftarkan anaknya masuk sekolah SD yang berstandar internasional.

Apa yang membuat saya-malam ini-menarikan jemari di atas tuts komputer ini bukanlah tentang isi dari liputan tersebut, melainkan bagaimana sang orang tua tadi senantiasa di hampir tiga perempat waktu perjumpaan kita-di rumahnya di Jl. Talang Jakarta Pusat- membicarakan betapa menarik dan menguntungkannya menjadi pengusaha.

"Iya Bang...mumpung masih muda seperti Abang ini..coba deh bikin bisnis.."jelas wanita berperawakan cantik usia 48 tahun tersebut. Baginya, berbisnis atau menjadi pengusaha sudah harus dilakukan sejak muda seperti yang dilakukannya dahulu kala. Wanita berdarah Sunda kelahiran Jakarta ini pun berkisah bahwa pada tahun 1986 ia telah memulai usaha konveksi dengan menjahitkan sendiri seluruh baju pesanan. Uniknya, keterampilan menjahit tersebut ia peroleh melalui pendidikan yang berbeda dengan pendidikan formalnya sebagai pendidik di Fakultas keguruan IKIP Jakarta. Perempuan yang telah keguguran 13 anaknya tersebut belajar sendiri dalam menjahit.

"Oh..menarik itu bu...saya juga berencana ke arah sana kok nantinya..."timpal saya sekenanya. Ya, sekenanya. Pasalnya, pada saat itu bagi saya perbincangan seperti itu, jika dilakukan dalam konteks liputan, hanyalah bagian dari mencairkan suasana untuk kemudian memperoleh hasil liputan yang maksimal.

Namun, ternyata saya baru sadar. Menjadi pengusaha memang benar-benar menarik hingga saya terus memikirkannya dan akhirnya menumpahkan semua itu dalam new post malam ini. Menarik! tentu saja karena ada iming-iming keuntungan yang besar yang diraup. Saya ambil contoh dari apa yang dikisahkan oleh sang Ibu satu anak tadi. Dari usaha konveksinya itu, Ia bisa meraih keuntungan maksimal sehari hingga 50 juta.

WOW!!! Batin saya berteriak mendengar kisah tersebut. Terang saja saya terkejut. Kalau dibandingkan dengan saya yang hanya bergaji kurang dari lima juta per bulan ini, penghasilan tersebut jelas sangat amat mencengangkan. "Kapan coba gua bisa dapat uang sebegitu kalau cuma masih jadi karyawan tok??" tanya saya kepada si Pir Owners.

Namun, yang lebih menarik adalah sisi sebaliknya. Pada tahun 2007 si Ibu pernah mencoba ekspansi bisnis ke bidang lain: konstruksi dan supplier konveksi dan atribut partai. Kali ini beda cerita. Bukan berpuluh-puluh juta yang ditengguk, malah Ia harus rela melepas dengan tenang 1,5 Miliar modalnya untuk mendapatkan proyek-proyek tersebut. Yang ternyana, setelah diceritakan lebih lanjut, hal itu terjadi karena beliau tertipu oleh rekan bisnisnya sendiri.

Lengkap sudah daya tarik menjadi pengusaha itu. Satu sisi, jelas ada harapan meraih berlimpah-limpah uang masuk ke kocek kita. Namun, di sisi lain, kemungkinan untuk terpuruk karena merugipun terkadang atau bahkan seringkali tidak bisa dihindari. Semua itu bak 2 sisi pada koin yang saling melengkapi.

Saya sendiri rencananya akan merealisasikan hidup berbisnis. Dan itu harus segera terealisasi. HARUS!!! Mengapa? Saya terpikir, sungguh sangat tersiksa jika saya harus terus memburuh sampai akhir hayat. Atau... katakanlah hingga usia pensiun: 55-60 tahun. Lalu, kapan kita bisa menikmati apa yang telah kita capai tadi? Asumsi saya adalah ketika sudah pensiun kita bisa punya waktu luang cukup banyak untuk berleha-leha dengan pencapaian selama kita memburuh. Karena tentu saja saat itu kita 'libur' sepanjang hari dari kerja. Namun, di usia yang sudah tidak enerjik lagi dan tentu saja akan banyak larangan dari dokter untuk membatasi makan makanan yang enak-tentu saja yang penuh dengan resiko penyakit seperti lemak, kolesterol, dan sebagainya; apa yang bisa kita harapkan untuk mengisi waktu 'libur' tersebut??

Dalam konteks itulah kita harus menjadi pengusaha dengan kondisi bahwa kitalah yang mengatur waktu libur dan waktu kerja kita. "Kan enak tuh..masih usia 40 tahun gua udah 'cuti'..terus bisa jalan-jalan en makan-makan yang enak deh" celoteh saya dalam benak.

Namun, lagi-lagi itu adalah harapan dan rencana. Tapi..Tuhanlah tetap yang berkehendak!!! Dan saya pun memegang teguh janji Tuhan yang berkata: "Sebab aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan"

Amien!!!



-PO-
(manusiayangpenuhdenganambisinamunterbatasdalamkondisi)
22:06 AM

5/23/10

Buah Pergaulan

Ilustrasi dari http://t2.gstatic.com/images?q=tbn:gk9SAm7j1e1qQM:http://kfk.kompas.com/system/files/imagecache/sfk_preview_600x600/Brompit_1.JPG



Anda punya kawan??!!

Seratus persen saya bisa pastikan, selama Anda masih manusia yang berkodrat sebagai mahluk sosial, tentu saja Anda punya Kawan. Namun, pertanyaan lanjutannya adalah seberapa banyak kawan Anda??

Dan bisa jadi, lagi-lagi, untuk pertanyaan tersebut Anda akan menjawab: Banyak! Kemudian, jika ditelusuri lebih jauh lagi, "Kenalkah Anda dengan kawan Anda yang banyak itu??" Saya meragukannya dengan amat sangat.

Mengapa??? Jawabannya ada pada pengalaman saya malam ini.

Ketika saya sedang dalam angkutan kota atau angkot, tiba-tiba saja ada seorang pengendara sepeda motor yang memanggil-manggil nama saya. "Pir...Pir...Mau kemana lu?" Sontak saya pun terkesiap, "Hei..mau ke....Pasar Minggu Mas...eh nggak deng..Balai Rakyat deng tepatnya.."

Malam itu, suasana jalanan sedang macet karena ada galian jalan untuk underpass di daerah Kalibata, Jakarta Selatan. Itulah sebabnya saya dan sang pengendara motor tadi bisa saling bertegur sapa melalui pintu belakang angkot yang memang selalu terbuka. "Udeh naik motor gua aja, gua mau ke arah Ampera kok. Lewat situ kok (baca: Balai Rakyat)," balasnya sejurus kemudian sambil menggelengkan kepala ke arah jok belakang motor Yamaha Jupiternya pertanda ajakan untuk membonceng saya.

Usai membayar seribu rupiah kepada sang supir angkot tadi, saya pun melaju bersama sang pengendara motor. Murah memang, pasalnya, saya belum lebih dari 100 meter menumpang angkutan kota jenis mikrolet tersebut. Kalau dihitung-hitung, jika saya harus tetap menumpang angkot sampai tempat tujuan saya, maka sayapun harus membayar ongkos sebesar tiga ribu rupiah. Tidak hanya itu, dari sana, saya masih harus menumpang angkot lagi ke rumah saya. Dan ongkosnya untuk itu cukup seribu rupiah. Jadi, jika ditotal-total...ongkos yang diperlukan adalah empat ribu rupiah.
Nah, karena saya telah dibonceng oleh sang pengendara motor tadi maka sayapun tidak perlu membayar itu semua.
Bahkan saya tidak perlu repot-repot transit angkot-yang tentu saja akan memakan sejumlah energi, waktu, dan pastinya materi-untuk bisa tiba di rumah. Hanya seribu rupiah tadilah yang 'melayang'.

"Kemarenan gua ketemu Mahdi tuh...," teriak sang pengendara motor sambil sesekali melengoskan kepalanya ke belakang. "Oh iya...," balas saya sekenanya. "Iya...si Juman..juga katanya masuk malam terus tuh..," lanjut cerita sang pengendara motor yang sudah lebih dari empat kali dia menyebut nama orang yang berbeda. Dan kesemuanya itu adalah kawan-kawan di tempat kerja saya.

Roda motor terus berputar. Rumah sayapun saya tinggal sepelemparan batu. Namun, sang pengendara motor masih asik meracau tentang dia, kawan-kawannya-yang juga notabene kawan saya juga, dan berbagai kisah terkait lainnya.

"Bro..gua turunnya di gang depan itu aja yak...itu gang-an gua," celetuk saya memotong cerita sang pengendara motor setelah 15 menit perjalanan. Sebagai perbandingan saja, kalau saya tetap naik angkot tadi, maka biasanya saya baru tiba di rumah setelah sekitar 45 menit perjalanan. "Ya sudah..gua duluan lah yak..sampai ketemu lagi," tutup si pengendara motor mengakhiri percakapan kami.

Dan hingga saya tiba di rumahpun, saya masih bertanya-tanya. Siapa gerangan nama dari pengendara motor tersebut. Saya percaya, dia adalah salah satu dari kawan saya. Tidak hanya itu, saya juga yakin ketika dulu saya bergaul dengan sang pengendara motor tadi saya pasti dipandang baik dalam bergaul. Sehingga tidak heran, malam ini sang pengendara motor itupun 'mencoba' membalas kebaikan yang saya juga tidak ingat persis dimana saya pernah melakukan itu kepadanya.



-PO-
(darisudutkamar)
03:14 AM

Di antara..




Terang berpamit..
Gelap pun datang...
Dan..
Remang bergeliat di antara..

Putih memudar..
Hitam memekat..
Dan..
Abu-abu menyeruak di antara..

Hasrat membuncah..
Namun langkah tertunda..
Dan..
Sesal berada di antara..



-PO-
(dariterminalgundahgulana)
01:11 Am

5/1/10

Saya bersedih!!!


Ya..saya sedang bersedih. Sangat amat sedih!!!

Mamak saya tercinta sakit! Dan ternyata beliau telah sakit sejak tiga bulan yang lalu. Sayangnya, saya baru tahu hari ini. Ya...hari ini dari seorang teman, bukan dari mulut beliau langsung.

"iya..jadi ketika minggu awal kau di Belanda, Namboru (panggilan sopan untuk seorang wanita tua dewasa dalam bahasa batak-red) sempat dirawat di MMC. Dia dikuret karena bleeding...," jelas kawan tadi.

Saya kaget bukan kepalang! "Kenapa aku baru diberi tahu sekarang...," timpal saya ketika itu. Ternyata Mamak saya tidak ingin kedua anaknya yang sedang merantau jauh (saya di Belanda dan adik saya di Tentena, Poso) mendengar berita buruk itu.

Entah ada hubungannya atau tidak, tapi...sejak minggu-minggu awal di negeri kincir angin saya merasakan ada yang janggal dalam hati ini. Tapi...lagi-lagi, saya anggap angin lalu saja. Bisa jadi itu ada kaitannya dengan kondisi kesehatan ibunda yang sedang memburuk.

Ketika saya lihat beliau beberapa hari yang lalu di bandara Cengakareng, memang ada yang berubah secara singnifikan dari fisik Mamak saya ini. Mukanya menirus dan tampak sangat tidak segar. Namun, saat itu saya berdramaturgi dengan memasang tampang senang karena sekian lama tak berjumpa. Baru, sesaat selesai kita makan siang bersama, saya beranikan diri berkomentar. "kok Mamak kurusan sih...," celetuk saya sekenanya.

"Iya tuh..Mamak agak ga sehat Ner. 3 bulan belakangan ini aku ga bisa tidur tuh.. mana tenggorokan sakit lagi..,"balasnya saat itu. Ternyata berat badan ibunda saya ini telah berkurang hingga 6 kilogram.

Hari ini saya sangat amat bersedih karena harus mengantar beliau ke rumah sakit untuk kali ke dua dalam minggu ini. Keluhannya satu. Tenggorokan yang tak bersahabat. Tapi yang membuat saya 'meradang' bukan karena itu, tapi karena hingga saya selesai menuliskan curahan hati ini Mamak saya tetap tidak memberi tahu sakitnya yang membuat dia sempat inap 3 hari di rumah sakit...

"Kenapa Mak....???" batin saya karena tidak ada orang yang dapat saya ajak bercerita masalah kesedihan ini. Dan itu semakin membuat saya bersedih...



-PO-

(darikeremangansoremenjelangmalamminggudisudutkamar)

2/5/10

Anjing!!!









Anjing itu terus menerus menggonggong...
Anjing itu tak sadar atau tolol???
Ketika dia menggonggong lawan atau bahkan kawannya bergerak meninggalkannya..

Dan Anjing itu terus menerus menggonggong...
Anjing itu tak sadar atau tolol???
Ketika dia menggonggong manusia bersiap mengusir bahkan menyantapnya...

Lagi..Anjing itu terus menerus menggonggong...
Anjing itu tak sadar atau tolol???
Ketika dia menggonggong...Nguik...!! Anjingpun mati!!!




-PO-
(dalamgamangdinegeriorang)
0684614911

2/2/10

It's Holland!

Yeah..It's Holland, indeed. And..it's quite amazing that finally I am in Holland to study with the scholarship from StuNed Neso Indonesia. Therefore, I will be in this 'Kumpeni' country for about 12 weeks in which I take short course of "Good Governance and The Broadcast Journalism 2010 in Hilversum, Netherlands".


It took around 14 hours to get to the Netherlands from Jakarta. Since, it was an Malaysian Air, then the plane should transit in Kuala Lumpur for about 2 hours before continue the flight to the Amsterdam.


And..It was 07.15 according to Holland time when I first stepped my foot in The Schiphol Airport of Amsterdam. By that time, it's quite to early to have a morning activities for The Amsterdamers. That's what I can remenber from the wisdom word of StuNed staff before I leaved Indonesia on the night of January 28 . However, It was not a problem, indeed, for Dennie to pick me up at the Airport and to take me to the place where me and my 31 friends of the course will stay.



Dennie, the 23 years guy who dressed formally with white shirt and red tie, took me with his Mercedes Van to the three stars of Bastion Hotel. It was located in Bussum Zuid area. Therefore, it took only less than 30 minutes to be in that suburb area. However, Bussum Zuid is only the place of living. Our place of course is in Hilversum Noord.

It's called RNTC (Radio Netherlands Training Centre)! At this place, I will have some international point of view of journalism through the upcoming 3 months.







Since the course will be started on February 1st, thus I went to Amsterdam to take a look around. Therefore, Red Light District which is the most iconic prostitution place in Holland where I visited first. I was not alone there. Ricky was accompanied me to 'hunt' some beautiful scenery in that 'aquarium'. For your information Ricky and I was a colleague in Faculty of Social and Politics Sciences at University of Indonesia in 1998.

We were both very happy at the time. It's like a dream that an old friend could met again in other country, developed on such Holland indeed. We laughed so loud. Even we sing our favorite song from Sting: "woooo..I'm an allien..I'm a legal allien, I'am an Inlander in Holland". Though it's different with the original song, we were proudly sing the parody style in our own. Gosh...it's still beyond our imagination that such thing could be happened!!!


Many places I've been visited in Amsterdam. From the public park, supermarket, and also the bus and train station. However, I still want to visit ARENA STADIUM someday. As a big fan of soccer it's a obligation for me to visit the icon of the football of the Dutch people.






*Coming up: "The story of preparing my self before start the course by attending the international church ceremony. And also the dynamic situation of the first class.."

1/26/10

Aku, Lando, dan Tujuan Hidup

"Mmhhh...STIE...eh...bukan deh..STEI...mmmh..Bukan..bukan..di plangnya seh STIEI..."

Kutipan itulah yang meluncur dari mulut Lando malam ini. Lando mengucapkannya dengan bahasa non verbal yang sangat gamang. Ada keraguan ketika aku memaknai kata demi kata saudara sepupuku ini.

Aku pun tertarik dengan kutipan itu. Tanyaku dalam hati,"Bagaimana mungkin seorang mahasiswa semester 5 tidak dapat menyebutkan secara pasti nama kampusnya sendiri??" Seketika, akupun membandingkannya dengan adik dari kekasihku yang masih berusia 7 tahun. "Aku sekolah di SDN 01 Pagi Keramat Jati, Bang...," celoteh bocah itu ketika aku tanya sekolah dimana ia sekarang beberapa waktu lalu.

"Anak kecil aja tahu...," begitu kalau kata salah seorang talent iklan sebuah produk di televisi beberapa waktu lalu. Ya..Lando bukan anak kecil lagi memang. Sehingga sangat mengherankan-bagiku terutama-jika seorang pemuda harapan bangsa yang telah mengenyam dunia perkuliahan, masih saja tidak mampu menjawab secara lugas 'status' dia sekarang.

Alih-alih, perbincanganku dengan Lando malam ini bukanlah sesuatu yang tak terduga. Ya..Semuanya memang telah terencana alias 'by design'. Ibunda dari Lando-yang notabene adalah inangtuaku-datang terlebih dahulu ke rumahku malam ini. Tujuannya satu. Ia meminta masukan dariku perihal sikap Lando yang sudah beberapa bulan belakangan memilih untuk tidak berkuliah lagi. Inangtuakupun sedih dengan tingkah polah anak bungsunya itu. "Gimana ya Ner...mana sudah ku bayar full lagi uang kuliahnya untuk 144 sks...eh..sekarang dia malah ngga mau kuliah lagi...pusing katanya. Maunya dia pindah jurusan ke broadcast..,"lirih inangtuaku di depan aku dan kedua orang tua ku malam tadi.

Akupun terenyuh dengan keluh kesah inangtuaku-yang merupakan kakak kandung dari ibuku-itu. Kontan, akupun berbincang dari hati ke hati dengan Lando soal kendala studinya tersebut. "..Aku seh pengennya ngurangin beban Mamak, Bang...,"cerita Lando manakala ku tanya apa sebenarnya yang 'mengganjal' dalam hatinya. Sebelumnya, konteks pembicaraan kami berkisar soal niatan Lando yang ingin kuliah sambil bekerja.

Tidak banyak masukan ataupun wejangan yang kuberikan kepada saudara laki-lakiku ini. Namun, setelah mendengar keinginan mulia darinya tadi, akupun memotongnya. "Nah...mau tahu ngga caranya bagaimana supaya kau bisa mengurangi beban Mamakmu? Selesaikanlah kuliahmu itu..,"kataku dengan nada agak tegas.

Sayang beribu sayang, belum sempat aku memberikan wejangan yang lainnya, malam bergerak semakin larut. "Sudah habis belum pembicaraan kalian,"teriak inangtua memotong diskusi ku dan Lando yang sedang menghangat. "Kita mau pulang nih...," lanjutnya lagi.

Alih-alih, niatanku yang tadinya ingin lebih mengarahkan tentang tujuan hidup kepada saudara sepupuku itu menjadi buyar. Sejatinya aku ingin membantu Lando dalam menemukan dan menentukan tujuan hidupnya. Bukan hanya sekadar membantu meringankan beban orang tuanya saja. Namun lebih dari itu. Lando harus punya tujuan hidup yang jelas dalam setiap langkah kehidupannya.



*Sebuah cerita yang muncul di saat satu hari menjelang keberangkatanku ke negeri orang guna menimba ilmu. Melalui kisah inipun aku diingatkan kembali akan seberapa yakin aku akan tujuan hidupku.

1/24/10

Air Mata


Dan air mata itupun menutup malamku
Sedih, haru, dan bangga jadi satu
Sedikit kata yang terucap hanya air mata yang menderai..

1/23/10

My Beautiful Day..

This day is really fantastic. I got all what I've planned. I bought three pieces of longjohn at Mangga Dua Market with a special price.

However, the more fantastic thing is that I did my day with Eva, who I love as my future wife.

Thank God for this beautiful day!

1/21/10

Kagum...

Inilah kekagumanku..

Aku kagum karena aku hidup
Aku kagum karena aku tidak tahu mengapa hingga saat ini aku masih hidup
Aku kagum karena ketidaktahuanku akan masa depanku
Aku kagum karena keterbatasanku
Aku kagum karena kelemahanku
Aku kagum karena Tuhanku
Aku kagum karena aku kagum!

1/20/10

Ajaran Ibu

Begini seruan orang bijak: "..Jangan menyia-nyiakan ajaran ibumu".

Rasa-rasanya kalimat bijak itu bernada klasik dan cenderung absurd. Terang saja...itu disebabkan sejatinya kodrat seorang ibu adalah memberi nasihat alias ajaran kepada semua orang terutama anak kandungnya sendiri. Dan karena kodrat itulah ada anggapan ibu dalam suatu gaya panggilan tertentu (baca:dialek) sering dilabelkan CEREWET..

Saya pun mengamini hal itu. Seringkali ibunda memberikan beragam ajaran dalam perpektif yang berbeda dari ekspektasi saya. Dan sering kali pula saya lebih memilih jalan 'samping' dari ajaran tadi..Hasilnya???? Mencengangkan..!!! 'Kegelapan' dalam setiap jalan yang saya ambil.

Pernah suatu kali sang bunda melarang saya keluar malam untuk futsal. Tapi, saya mbalelo. Sayapun tetap bermain futsal. Diluar dugaan, malam itu saya menderita cidera lutut yang sampai sekarang masih membekas. "ah..coba gua dengar tadi nasehat Mamak gua...,"sesal saya dalam hati sesat pasca cedera.

Rabu ini, ibunda tercinta kembali memberi ajaran. "Ayo ke dokter gigi. kita periksa gigimu, biar siap kau di daerah dingin nanti,"ajar sang bunda dengan nada khas orang Batak ketika menasihatiku beberapa hari menjelang keberangkatanku untuk studi lagi di negeri Kincir Angin. Dan..berbeda dari biasanya, saya pun nurut bak kerbau dicucuk hidungnya. Tidak sedikitpun ajaran ibu itu saya sia-siakan.

"Ini ada lubang di gigi geraham kanan bawah..Sebaiknya ditambal aja ya...,"celoteh sang dokter gigi setelah mengoprek-oprek gigi saya yang sebelumnya saya rasa tidak ada masalah dengan gigi tersebut. "Waduh...karang giginya juga banyak neh...," tambah sang dokter gigi wanita berusia setengah baya tadi. "Gimana baiknya dokter aja deh..,"jawab saya dengan pasrah. Ya..saya pasrah karena saya tidak menduga akan seperti ini jadinya. Tapi sang bunda seolah punya indera ke-6, mampu membaca yang tak terkira.

Sekarang gigi saya putih bersinar. Tidak hanya itu, tidak ada lagi celah hitam di gigi geraham saya. Itu bukan suatu kebetulan. Itu adalah buah dari tidak menyia-nyiakan ajaran ibu.

Terimakasih Mamakku sayang.. Tuhan berkatimu!!!

1/19/10

Hidup itu..penuh dengan tantangan...!!!



Hari ini benakku dikitari oleh tantangan. Tidak hanya kata tantangan yang beberapa kali dalam sepanjang hari ini ku dengar namun, tantangan itu juga termanifestasikan dalam perjalanan aktivitas hari Selasa ku ini.

Paling anyar, aku mendengar kata tantangan itu melompat dari mulut tulang ku ketika kami berdoa bersama sebelum makan malam. "...Ya Tuhan..di jaman kehidupan yang senantiasa penuh dengan tantangan ini beri kami kekuatan...,"ucapnya dengan meratap tadi malam.

Dan ketika doa itu ku dengar, pikirankupun secepat kilat melayang ke hari-hari ku sore tadi. Aku kehilangan buku clearance sheet yang sudah berisi 5 tanda tangan para kepala divisi dari kewajibanku mengumpulkan total 9 tanda tangan.

Sejumlah tanda tangan itu sudah kukumpulkan sejak 2 minggu yang lalu. Dan...hanya sesaaat saja, ketika hendak melangkah ke luar gerbang kantor saya baru sadar bahwa saya telah kehilangan buku tersebut. Entah dimana terjatuh atau terselip. Yang pasti saya telah bolak-balik mencari buku tersebut sekitar hampir satu jam.

Pikiran dan hati saya berkecamuk. Tanda tangan yang begitu sulit didapat dalam sekejap hilang tanpa jelas dimana rimbanya. "Bedebah...gua kabur juga neh..," gerutu saya dalam hati meratapi kehilangan buku itu.

Dan saat itulah saya ditantang untuk tetap melanjutkan proses clearance sheet atau meninggalkannya. Entah secara kebetulan atau tidak saya bertemu dengan salah seorang HRD. "Mba..kalo aku minta buku clearance sheet lagi untuk diisi ulang dangan tanda tangan..kira-kira boleh ngga yak??" tanyaku ke staff HRD itu. Di luar dugaan ku, ternyata dia segera mengajak saya ke ruangannya untuk kemudian memberikan buku yang baru. "..Trus Mbak..kalo bos-bos itu kira-kira mau nanda tangan lagi ngga yak...", selidikku kembali dengan harap-harap cemas. "Ngga apa-apa lagi..," jawabnya.

Pheeww...saat itulah aku mendapat jawaban dari tantangan ku hari ini. Aku harus kembali meminta tanda tangan kepada sembilan pimpinan divisi yang terletak di berbagai lantai dan gedung. Akan melelahkan memang! Tapi saya percaya..dalam hidup pasti selalu ada tantangan. Dan sejatinya...dalam setiap tantangan..pasti ada jawabannya.

Khusus untuk jawaban tantangan saya hari ini...saya kembali diteguhkan bahwa memang..benar-benar tantangan itu tidak akan pernah bisa kita hindari.

"Amin...," tutup doa tulang saya sembari menyadarkan saya akan kilas balik tantangan hari ini.

1/18/10

Mintalah..Maka Kau akan Diberi!




"Mak...bagi duit dong..buat ongkos neh," teriak saya dari luar pintu rumah sesaat sebelum pergi beraktivitas pagi ini. "Neh..cepek cukup..?" balas teriakan dari dalam rumah yang notabene adalah ibunda tercinta.

Begitulah dialog singkat antara saya dan ibunda sesaat menjelang keberangkatan saya memulai hari pertama di minggu ke tiga bulan Januari 2010. Saya meminta...dan sang bunda pun menjawab. Tidak hanya dengan perkatan. Atau bahkan tidak dengan jawaban negatif. Namun, sang bunda menjawab positif sembari berbuat: memberi uang untuk ongkos saya. Bahkan, pemberian ibunda itu terasa berlebihan. Bagaimana tidak. Wong yang diminta untuk ongkos berangkat ke kantor, kok malah diberi dengan jumlah yang bukan hanya dipakai untuk ongkos berangkat ke kantor hari itu tapi jumlah tadi bisa untuk ongkos satu bulan.

Mengapa berlebih? Yuk, mari kita hitung. Jarak dari rumah saya ke kantor satu kali perjalanan sejatinya dekat saja. Memang..jarak dekat itu tidaklah seperti jarak dekat yang termaktub dalam kisah-kisah persilatan di novel Wiro Sableng: hanya sepelemparan batu saja. Namun, jarak dekat rumah-kantor saja dapat ditempuh dengan menumpang (baca: naik gratis, turunnya bayar...) angkutan umum metromini. Tepatnya Metromini S75 jurusan Pasar Minggu-Blok M. Nah, untuk ongkos sekali jalan itu hanya Rp 2000. Sekarang, Anda bisa bayangkan jika di tangan saya ada cepek pemberian ibunda tadi, maka kira-kira bisa untuk bayar berapa kali naik Metro mini ya?! Oh iya..cepek tadi maksudnya adalah seratus ribu rupiah.

Tidak perlu dijawab. Itu hanyalah pertanyaan retoris. Tadi, saya katakan itu bisa untuk bayar ongkos selama sebulan. Tapi..itu adalah jawaban sederhana saja. Mengapa? sebab saat saya menulis tulisan ini sudah lewat tengah malam dan kondisi tenaga sudah tinggal sisa-sisa saja. Dus, supaya sederhana..saya tulis sebulan saja. Artinya jumlah itu sebenarnya bisa saja lebih. Intinya, saya lagi malas berhitung di malam ini..Mohon maklum ya..

Alih-alih, minta..trus diberi seperti tadi bukanlah hal pertama dalam hidup saya. Fenomena itu sejatinya inherent dalam jiwa dan raga saya. Itu sebabnya saya tergerak untuk mengabadikannya dalam tulisan kali ini.

Sebagai gambaran, Minggu malam kemarin saya juga merasakan hal serupa. Namun, malam itu terasa berbeda dengan pagi tadi. Pasalnya, kalau pagi saya minta ke ibunda yang secara empiris terlihat secara kasat mata, maka malam Senin kemarin saya minta kepada sesuatu yang abstrak. Namun..hasilnya sangat nyata.

Malam itu...saya minta agar serangkaian agenda aktivitas saya hari Senin ini bisa tercapai. Saya minta agar usaha saya mengumpulkan tanda tangan para pejabat dari berbagai divisi di kantor saya bisa terpenuhi. Ini dalam rangka saya harus mengumpulkan tanda tangan bos-bos tadi sebagai prasyarat clearance sheet untuk cuti di luar tanggungan saya. Saya juga minta agar saya juga bisa menemani kekasih saya yang akan ke rumah sakit. Tidak hanya itu, saya juga minta agar proses pengurusan visa belajar saya ke negeri kincir angin juga berjalan mulus sehingga saya bisa berangkat studi ke sana akhir bulan Januari ini.

Hasilnya??? Semua permintaan saya itu terpenuhi!!! Tanda tangan berhasil saya kumpulkan, meski belum semuanya. Kekasih sayapun merasa senang karena saya temani ke rumah sakit. Terakhir, saya mendapat kabar positif dari NESO Indonesia-selaku pengurus visa belajar saya ke negeri kumpeni. "Pir..Visa kamu bisa diambil tanggal 27 ya..tanggal 28 kamu berangkat..", ucap Siska Aprilianti, sang koordinator beasiswa dari Neso Indonesia ketika menelepon saya Senin siang tadi.

Ini menjadi begitu berkesan. Kenapa? kalau dibandingkan dengan permintaan saya ke ibunda yang kemudian direspon dengan pemberian berlebihan, maka ketika saya meminta kepada Sang Abstrak justru sebaliknya. Saya tetap mendapatkan jawaban yang terkesan kurang, karena masih ada beberapa bos yang belum tanda tangan. Namun, itu tidak merugikan saya.

Sambil mengernyitkan dahi, saya coba memahami fenomena ini. Sayangnya...selain karena otak saya yang pas-pasan, ditambah lagi saya letih, jadilah saya tetap tidak mengerti.

Ah...daripada saya juga berkutat dengan kebingungan saya ini... saya coba tuliskan saja semua itu. Harapannya...selain bisa sedikit melegakan kebingungan saya bak benang kusut itu, semoga tulisan ini juga bisa menjadi inspirasi siapapun yang membaca tulisan ini. Ya, tentu saja inspirasi untuk tidak sungkan-sungkan dalam meminta. Bahkan kepada yang paling 'abstrak' sekalipun. Sebab, sejatinya, sekali Anda meminta, pada saat itulah Anda berpengharapan. Nah, berbahagialah Anda yang berpengharapan..karena berarti Anda hidup!

1/17/10

Jalan kaki itu sehat!

Ada kata bijak: Jalan kaki itu sehat!

Tentu saja. saya juga setuju dengan itu. Namun...jalan kaki menjadi sehat bukanlah tanpa kondisi. Ia tidak berdiri sendirian. Senantiasa ada pihak yang harus menemani. Yang paling nyata adalah jalan kaki itu sejatinya harus dilakukan secara teratur minimal 30' menit sehari (http://dinkes-kabtangerang.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=23:manfaat-jalan-kaki-30-menit-sehari&catid=12:kesehatan-umum&Itemid=35). Nah, kalo Anda jalan kakinya cuma angot-angotan alias kurang dari 30' dan tidak rutin pula...yah...jangan harap banyaklah...

Trus, bagaimana dengan jalan kaki di jalanan khususnya di Jakarta yang sudah banyak kendaraan bermotor lalu lalang, industri-industri dengan berbagai buangan gasnya terutama. Maksudnya... jalanan yang banyak debu, asap, dan berbagai polutan lainnya?? Wah...ini bisa jadi kondisi berikutnya kalau mau mencapai ke tujuan sehat-selain rutin 30' sehari tadi. Pasalnya, kondisi jalan dengan hasil kegiatan manusia alias sulfur tadi alih-alih membuat sehat malah menjadi sumber penyakit. Ya iyalah.. berbagai sumber polutan tadi sejatinya akan menjadi bibit unggul penyakit . Sebabnya, tubuh sulit mengurai senyawa sulfur tadi. Dan akhirnya..mudah ditebak. Minimal kita akan mengalami gangguan pernapasan atau setidaknya iritasi pada berbagai saluran pernapasan.

Ah...rasa-rasanya kok jadi sedemikian sistemiknya ya fenomena jalan kaki itu sehat. Seperti kasus Bank Century saja yang disinyalir berdampak sistemik jika tidak di-bailout.

Sebenarnya saya mau bercerita bahwa sore menjelang malam hari ini saya dan kekasih juga melakukan jalan kaki. Tentu saja disengaja. Namun, bukan karena alasan sehat, melainkan karena kami berdua kehabisan ongkos untuk bayar angkutan umum untuk pulang ke rumah dari gereja tempat sebelumnya kami beribadah.

Itu saja!!