8/31/10

Saya, Andi Soraya, dan Getar Henpon...


"Attention please..This is a last call for all passengers of G-I-A flight number GA..." lamat-lamat terdengar pengumuman dari pengeras suara di ruang tunggu bandar udara Radin Inten II, Bandar Lampung pada 30 Agustus sore.

Saya acuh. Tetap duduk Pe-We alias posisi wuenak di salah satu sudut bangku ruang tunggu bandara. Pandanganpun tetap fokus ke layar LCD televisi berukuran 43" yang terpejeng kisaran satu setengah meter di atas kepala saya. Entah apa merk LCD televisi itu. Sangat tidak jelas. Tapi tidak begitu dengan gambar yang tertayang di acara televisi yang sedang berlangsung saat itu. Sayapun bergeming.

Wanita cantik nan seksi sedang tampil. Tidak tuntas adegan sang wanita itu di layar. Tentu saja, karena memang gambarnya tidak runut alias tidak sequence. Maklum, itu acara infotainment. Namun, suara narasi memberi kejelasan. Andi Soraya nama sang wanita itu. "Rencananya janda beranak dua itu akan digelandang ke penjara," jelas sang narator berjenis suara sopran dari speaker LCD tivi tadi. Artis sinetron itu ternyata divonis tiga bulan kurungan oleh Mahkamah Agung karena kasus penganiayaan pada 2008.

Saya menggeser sedikit pantat ke arah yang lebih nyaman. Tapi mata saya tetap ke layar. Andi Soraya seolah magnetar. Daya pikatnya luar biasa kuat. Saya suka berlama-lama memandangi wajah dan tubuh pemain film usia 34 tahun itu. Meski sudah turun mesin-sebutan saya ke fenomena wanita yang sudah melahirkan-Andi tetap yahud.

Pikiran sayapun tidak mau ketinggalan. Imajinasipun berjingkatan kian kemari. Kata seandainya jadi utama. Ya..seketika mata ini menatap Aya-wanita berwajah menggemaskan ini biasa disapa-seketika itu pula benak ini melontarkan seandainya. "Hhmmm..seandainya...aku punya pasangan seperti Andi Soraya..." batin saya dalam hati yang sepersekian detik saja lamanya.

"Attention please..this is a last call for all passengers of Sriwijaya Air flight number..." teriak cempreng sang wanita dari pengeras suara bandara membuyarkan segera angan-angan saya. Kali ini saya peduli. Pesawat yang hendak saya tumpangi akan lepas landas.

########################################################

Rabu dini hari ini, saya masih juga duduk Pe-We. Kali ini tidak di Lampung. Saya berleyeh-leyeh di sudut kamar rumah orang tua di Jakarta. Malam sudah larut, tapi mata belum mengantuk. Layar televisi flat Sanyo 21" coba jadi penawar. Namun, tidur masih jauh panggang dari api. Mata saya malah membelalak. Terang saja, Andi Soraya muncul lagi.

"Selasa siang, Andi Soraya dijemput paksa oleh pihak Kejaksaan Negeri di kediamannya.." jelas Jeremy Tetty sang presenter Liputan 6 Malam SCTV.

Saya kembali menggeser pantat. Tapi bukan untuk dapatkan posisi nyaman. Melainkan saya mau membenahi celana pendek yang posisinya agak berubah. Tangan kiri saya sibuk dengan celana pendek, tangan kanan melompat raih remote control tivi. "Mane neh polumenye?" gerutu saya karena merasa kurang keras mendengar voice over siaran itu. Namun, mata tetap konsentrasi ke wajah imut pesinetron yang terkenal dengan gaya hidup kumpul kebo itu.

Dini hari ini, pesinetron yang identik dengan pasangan brondong alias pria usia lebih muda tersebut tampil beda. Aya berkemeja putih bergaris. Bawahannya? Saya pun ragu. Sebab, gambar di layar hanya bercerita tentang bintang film panas ini seputaran pusar ke atas. Andi Soraya tampak terkepung orang-orang. Riuh. Suasana dalam layar hanya memunculkan wajah imut Andi sesekali saja. Selebihnya, kamera foto dan video jurnalis yang berseliweran.

Saya semakin penasaran. Sementara, tangan kiri saya masih terus bergerilya. Hampir tiga menit sang kidal sibuk sendiri dengan celana pendek warna abu-abu kusam saya. Seketika muncul keterangan gambar di layar: "Andi Soraya Dieksekusi Tanpa Pengacara." Kepala saya menggeleng. Seolah tercerahkan. Ini dampak sekuel gambar berikutnya. Ada gedung berpapannamakan "Rutan Pondok Bambu".

Satu-dua kali kepala saya mengangguk. Mulutpun responsif membentuk "O" tanpa suara. Seolah orkestra yang harmonis, tangan kiri pun berhenti bergerak. "Aggghhh..." nada mengerang melompat dari kerongkongan saya. Kali ini tangan kiri bergerak cepat menjauh dari celana pendek. Jemaripun turut sigap. Bukan membenahi celana pendek atau sesuatu yang di dalamnya. Tapi memindahkan fitur getar henpon ke dering yang dari tadi menggelitik tepat di bawah celana pendek.



-PO-
(dariterminalhasrat)
04:43 WIB