1/26/10

Aku, Lando, dan Tujuan Hidup

"Mmhhh...STIE...eh...bukan deh..STEI...mmmh..Bukan..bukan..di plangnya seh STIEI..."

Kutipan itulah yang meluncur dari mulut Lando malam ini. Lando mengucapkannya dengan bahasa non verbal yang sangat gamang. Ada keraguan ketika aku memaknai kata demi kata saudara sepupuku ini.

Aku pun tertarik dengan kutipan itu. Tanyaku dalam hati,"Bagaimana mungkin seorang mahasiswa semester 5 tidak dapat menyebutkan secara pasti nama kampusnya sendiri??" Seketika, akupun membandingkannya dengan adik dari kekasihku yang masih berusia 7 tahun. "Aku sekolah di SDN 01 Pagi Keramat Jati, Bang...," celoteh bocah itu ketika aku tanya sekolah dimana ia sekarang beberapa waktu lalu.

"Anak kecil aja tahu...," begitu kalau kata salah seorang talent iklan sebuah produk di televisi beberapa waktu lalu. Ya..Lando bukan anak kecil lagi memang. Sehingga sangat mengherankan-bagiku terutama-jika seorang pemuda harapan bangsa yang telah mengenyam dunia perkuliahan, masih saja tidak mampu menjawab secara lugas 'status' dia sekarang.

Alih-alih, perbincanganku dengan Lando malam ini bukanlah sesuatu yang tak terduga. Ya..Semuanya memang telah terencana alias 'by design'. Ibunda dari Lando-yang notabene adalah inangtuaku-datang terlebih dahulu ke rumahku malam ini. Tujuannya satu. Ia meminta masukan dariku perihal sikap Lando yang sudah beberapa bulan belakangan memilih untuk tidak berkuliah lagi. Inangtuakupun sedih dengan tingkah polah anak bungsunya itu. "Gimana ya Ner...mana sudah ku bayar full lagi uang kuliahnya untuk 144 sks...eh..sekarang dia malah ngga mau kuliah lagi...pusing katanya. Maunya dia pindah jurusan ke broadcast..,"lirih inangtuaku di depan aku dan kedua orang tua ku malam tadi.

Akupun terenyuh dengan keluh kesah inangtuaku-yang merupakan kakak kandung dari ibuku-itu. Kontan, akupun berbincang dari hati ke hati dengan Lando soal kendala studinya tersebut. "..Aku seh pengennya ngurangin beban Mamak, Bang...,"cerita Lando manakala ku tanya apa sebenarnya yang 'mengganjal' dalam hatinya. Sebelumnya, konteks pembicaraan kami berkisar soal niatan Lando yang ingin kuliah sambil bekerja.

Tidak banyak masukan ataupun wejangan yang kuberikan kepada saudara laki-lakiku ini. Namun, setelah mendengar keinginan mulia darinya tadi, akupun memotongnya. "Nah...mau tahu ngga caranya bagaimana supaya kau bisa mengurangi beban Mamakmu? Selesaikanlah kuliahmu itu..,"kataku dengan nada agak tegas.

Sayang beribu sayang, belum sempat aku memberikan wejangan yang lainnya, malam bergerak semakin larut. "Sudah habis belum pembicaraan kalian,"teriak inangtua memotong diskusi ku dan Lando yang sedang menghangat. "Kita mau pulang nih...," lanjutnya lagi.

Alih-alih, niatanku yang tadinya ingin lebih mengarahkan tentang tujuan hidup kepada saudara sepupuku itu menjadi buyar. Sejatinya aku ingin membantu Lando dalam menemukan dan menentukan tujuan hidupnya. Bukan hanya sekadar membantu meringankan beban orang tuanya saja. Namun lebih dari itu. Lando harus punya tujuan hidup yang jelas dalam setiap langkah kehidupannya.



*Sebuah cerita yang muncul di saat satu hari menjelang keberangkatanku ke negeri orang guna menimba ilmu. Melalui kisah inipun aku diingatkan kembali akan seberapa yakin aku akan tujuan hidupku.

1/24/10

Air Mata


Dan air mata itupun menutup malamku
Sedih, haru, dan bangga jadi satu
Sedikit kata yang terucap hanya air mata yang menderai..

1/23/10

My Beautiful Day..

This day is really fantastic. I got all what I've planned. I bought three pieces of longjohn at Mangga Dua Market with a special price.

However, the more fantastic thing is that I did my day with Eva, who I love as my future wife.

Thank God for this beautiful day!

1/21/10

Kagum...

Inilah kekagumanku..

Aku kagum karena aku hidup
Aku kagum karena aku tidak tahu mengapa hingga saat ini aku masih hidup
Aku kagum karena ketidaktahuanku akan masa depanku
Aku kagum karena keterbatasanku
Aku kagum karena kelemahanku
Aku kagum karena Tuhanku
Aku kagum karena aku kagum!

1/20/10

Ajaran Ibu

Begini seruan orang bijak: "..Jangan menyia-nyiakan ajaran ibumu".

Rasa-rasanya kalimat bijak itu bernada klasik dan cenderung absurd. Terang saja...itu disebabkan sejatinya kodrat seorang ibu adalah memberi nasihat alias ajaran kepada semua orang terutama anak kandungnya sendiri. Dan karena kodrat itulah ada anggapan ibu dalam suatu gaya panggilan tertentu (baca:dialek) sering dilabelkan CEREWET..

Saya pun mengamini hal itu. Seringkali ibunda memberikan beragam ajaran dalam perpektif yang berbeda dari ekspektasi saya. Dan sering kali pula saya lebih memilih jalan 'samping' dari ajaran tadi..Hasilnya???? Mencengangkan..!!! 'Kegelapan' dalam setiap jalan yang saya ambil.

Pernah suatu kali sang bunda melarang saya keluar malam untuk futsal. Tapi, saya mbalelo. Sayapun tetap bermain futsal. Diluar dugaan, malam itu saya menderita cidera lutut yang sampai sekarang masih membekas. "ah..coba gua dengar tadi nasehat Mamak gua...,"sesal saya dalam hati sesat pasca cedera.

Rabu ini, ibunda tercinta kembali memberi ajaran. "Ayo ke dokter gigi. kita periksa gigimu, biar siap kau di daerah dingin nanti,"ajar sang bunda dengan nada khas orang Batak ketika menasihatiku beberapa hari menjelang keberangkatanku untuk studi lagi di negeri Kincir Angin. Dan..berbeda dari biasanya, saya pun nurut bak kerbau dicucuk hidungnya. Tidak sedikitpun ajaran ibu itu saya sia-siakan.

"Ini ada lubang di gigi geraham kanan bawah..Sebaiknya ditambal aja ya...,"celoteh sang dokter gigi setelah mengoprek-oprek gigi saya yang sebelumnya saya rasa tidak ada masalah dengan gigi tersebut. "Waduh...karang giginya juga banyak neh...," tambah sang dokter gigi wanita berusia setengah baya tadi. "Gimana baiknya dokter aja deh..,"jawab saya dengan pasrah. Ya..saya pasrah karena saya tidak menduga akan seperti ini jadinya. Tapi sang bunda seolah punya indera ke-6, mampu membaca yang tak terkira.

Sekarang gigi saya putih bersinar. Tidak hanya itu, tidak ada lagi celah hitam di gigi geraham saya. Itu bukan suatu kebetulan. Itu adalah buah dari tidak menyia-nyiakan ajaran ibu.

Terimakasih Mamakku sayang.. Tuhan berkatimu!!!

1/19/10

Hidup itu..penuh dengan tantangan...!!!



Hari ini benakku dikitari oleh tantangan. Tidak hanya kata tantangan yang beberapa kali dalam sepanjang hari ini ku dengar namun, tantangan itu juga termanifestasikan dalam perjalanan aktivitas hari Selasa ku ini.

Paling anyar, aku mendengar kata tantangan itu melompat dari mulut tulang ku ketika kami berdoa bersama sebelum makan malam. "...Ya Tuhan..di jaman kehidupan yang senantiasa penuh dengan tantangan ini beri kami kekuatan...,"ucapnya dengan meratap tadi malam.

Dan ketika doa itu ku dengar, pikirankupun secepat kilat melayang ke hari-hari ku sore tadi. Aku kehilangan buku clearance sheet yang sudah berisi 5 tanda tangan para kepala divisi dari kewajibanku mengumpulkan total 9 tanda tangan.

Sejumlah tanda tangan itu sudah kukumpulkan sejak 2 minggu yang lalu. Dan...hanya sesaaat saja, ketika hendak melangkah ke luar gerbang kantor saya baru sadar bahwa saya telah kehilangan buku tersebut. Entah dimana terjatuh atau terselip. Yang pasti saya telah bolak-balik mencari buku tersebut sekitar hampir satu jam.

Pikiran dan hati saya berkecamuk. Tanda tangan yang begitu sulit didapat dalam sekejap hilang tanpa jelas dimana rimbanya. "Bedebah...gua kabur juga neh..," gerutu saya dalam hati meratapi kehilangan buku itu.

Dan saat itulah saya ditantang untuk tetap melanjutkan proses clearance sheet atau meninggalkannya. Entah secara kebetulan atau tidak saya bertemu dengan salah seorang HRD. "Mba..kalo aku minta buku clearance sheet lagi untuk diisi ulang dangan tanda tangan..kira-kira boleh ngga yak??" tanyaku ke staff HRD itu. Di luar dugaan ku, ternyata dia segera mengajak saya ke ruangannya untuk kemudian memberikan buku yang baru. "..Trus Mbak..kalo bos-bos itu kira-kira mau nanda tangan lagi ngga yak...", selidikku kembali dengan harap-harap cemas. "Ngga apa-apa lagi..," jawabnya.

Pheeww...saat itulah aku mendapat jawaban dari tantangan ku hari ini. Aku harus kembali meminta tanda tangan kepada sembilan pimpinan divisi yang terletak di berbagai lantai dan gedung. Akan melelahkan memang! Tapi saya percaya..dalam hidup pasti selalu ada tantangan. Dan sejatinya...dalam setiap tantangan..pasti ada jawabannya.

Khusus untuk jawaban tantangan saya hari ini...saya kembali diteguhkan bahwa memang..benar-benar tantangan itu tidak akan pernah bisa kita hindari.

"Amin...," tutup doa tulang saya sembari menyadarkan saya akan kilas balik tantangan hari ini.

1/18/10

Mintalah..Maka Kau akan Diberi!




"Mak...bagi duit dong..buat ongkos neh," teriak saya dari luar pintu rumah sesaat sebelum pergi beraktivitas pagi ini. "Neh..cepek cukup..?" balas teriakan dari dalam rumah yang notabene adalah ibunda tercinta.

Begitulah dialog singkat antara saya dan ibunda sesaat menjelang keberangkatan saya memulai hari pertama di minggu ke tiga bulan Januari 2010. Saya meminta...dan sang bunda pun menjawab. Tidak hanya dengan perkatan. Atau bahkan tidak dengan jawaban negatif. Namun, sang bunda menjawab positif sembari berbuat: memberi uang untuk ongkos saya. Bahkan, pemberian ibunda itu terasa berlebihan. Bagaimana tidak. Wong yang diminta untuk ongkos berangkat ke kantor, kok malah diberi dengan jumlah yang bukan hanya dipakai untuk ongkos berangkat ke kantor hari itu tapi jumlah tadi bisa untuk ongkos satu bulan.

Mengapa berlebih? Yuk, mari kita hitung. Jarak dari rumah saya ke kantor satu kali perjalanan sejatinya dekat saja. Memang..jarak dekat itu tidaklah seperti jarak dekat yang termaktub dalam kisah-kisah persilatan di novel Wiro Sableng: hanya sepelemparan batu saja. Namun, jarak dekat rumah-kantor saja dapat ditempuh dengan menumpang (baca: naik gratis, turunnya bayar...) angkutan umum metromini. Tepatnya Metromini S75 jurusan Pasar Minggu-Blok M. Nah, untuk ongkos sekali jalan itu hanya Rp 2000. Sekarang, Anda bisa bayangkan jika di tangan saya ada cepek pemberian ibunda tadi, maka kira-kira bisa untuk bayar berapa kali naik Metro mini ya?! Oh iya..cepek tadi maksudnya adalah seratus ribu rupiah.

Tidak perlu dijawab. Itu hanyalah pertanyaan retoris. Tadi, saya katakan itu bisa untuk bayar ongkos selama sebulan. Tapi..itu adalah jawaban sederhana saja. Mengapa? sebab saat saya menulis tulisan ini sudah lewat tengah malam dan kondisi tenaga sudah tinggal sisa-sisa saja. Dus, supaya sederhana..saya tulis sebulan saja. Artinya jumlah itu sebenarnya bisa saja lebih. Intinya, saya lagi malas berhitung di malam ini..Mohon maklum ya..

Alih-alih, minta..trus diberi seperti tadi bukanlah hal pertama dalam hidup saya. Fenomena itu sejatinya inherent dalam jiwa dan raga saya. Itu sebabnya saya tergerak untuk mengabadikannya dalam tulisan kali ini.

Sebagai gambaran, Minggu malam kemarin saya juga merasakan hal serupa. Namun, malam itu terasa berbeda dengan pagi tadi. Pasalnya, kalau pagi saya minta ke ibunda yang secara empiris terlihat secara kasat mata, maka malam Senin kemarin saya minta kepada sesuatu yang abstrak. Namun..hasilnya sangat nyata.

Malam itu...saya minta agar serangkaian agenda aktivitas saya hari Senin ini bisa tercapai. Saya minta agar usaha saya mengumpulkan tanda tangan para pejabat dari berbagai divisi di kantor saya bisa terpenuhi. Ini dalam rangka saya harus mengumpulkan tanda tangan bos-bos tadi sebagai prasyarat clearance sheet untuk cuti di luar tanggungan saya. Saya juga minta agar saya juga bisa menemani kekasih saya yang akan ke rumah sakit. Tidak hanya itu, saya juga minta agar proses pengurusan visa belajar saya ke negeri kincir angin juga berjalan mulus sehingga saya bisa berangkat studi ke sana akhir bulan Januari ini.

Hasilnya??? Semua permintaan saya itu terpenuhi!!! Tanda tangan berhasil saya kumpulkan, meski belum semuanya. Kekasih sayapun merasa senang karena saya temani ke rumah sakit. Terakhir, saya mendapat kabar positif dari NESO Indonesia-selaku pengurus visa belajar saya ke negeri kumpeni. "Pir..Visa kamu bisa diambil tanggal 27 ya..tanggal 28 kamu berangkat..", ucap Siska Aprilianti, sang koordinator beasiswa dari Neso Indonesia ketika menelepon saya Senin siang tadi.

Ini menjadi begitu berkesan. Kenapa? kalau dibandingkan dengan permintaan saya ke ibunda yang kemudian direspon dengan pemberian berlebihan, maka ketika saya meminta kepada Sang Abstrak justru sebaliknya. Saya tetap mendapatkan jawaban yang terkesan kurang, karena masih ada beberapa bos yang belum tanda tangan. Namun, itu tidak merugikan saya.

Sambil mengernyitkan dahi, saya coba memahami fenomena ini. Sayangnya...selain karena otak saya yang pas-pasan, ditambah lagi saya letih, jadilah saya tetap tidak mengerti.

Ah...daripada saya juga berkutat dengan kebingungan saya ini... saya coba tuliskan saja semua itu. Harapannya...selain bisa sedikit melegakan kebingungan saya bak benang kusut itu, semoga tulisan ini juga bisa menjadi inspirasi siapapun yang membaca tulisan ini. Ya, tentu saja inspirasi untuk tidak sungkan-sungkan dalam meminta. Bahkan kepada yang paling 'abstrak' sekalipun. Sebab, sejatinya, sekali Anda meminta, pada saat itulah Anda berpengharapan. Nah, berbahagialah Anda yang berpengharapan..karena berarti Anda hidup!

1/17/10

Jalan kaki itu sehat!

Ada kata bijak: Jalan kaki itu sehat!

Tentu saja. saya juga setuju dengan itu. Namun...jalan kaki menjadi sehat bukanlah tanpa kondisi. Ia tidak berdiri sendirian. Senantiasa ada pihak yang harus menemani. Yang paling nyata adalah jalan kaki itu sejatinya harus dilakukan secara teratur minimal 30' menit sehari (http://dinkes-kabtangerang.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=23:manfaat-jalan-kaki-30-menit-sehari&catid=12:kesehatan-umum&Itemid=35). Nah, kalo Anda jalan kakinya cuma angot-angotan alias kurang dari 30' dan tidak rutin pula...yah...jangan harap banyaklah...

Trus, bagaimana dengan jalan kaki di jalanan khususnya di Jakarta yang sudah banyak kendaraan bermotor lalu lalang, industri-industri dengan berbagai buangan gasnya terutama. Maksudnya... jalanan yang banyak debu, asap, dan berbagai polutan lainnya?? Wah...ini bisa jadi kondisi berikutnya kalau mau mencapai ke tujuan sehat-selain rutin 30' sehari tadi. Pasalnya, kondisi jalan dengan hasil kegiatan manusia alias sulfur tadi alih-alih membuat sehat malah menjadi sumber penyakit. Ya iyalah.. berbagai sumber polutan tadi sejatinya akan menjadi bibit unggul penyakit . Sebabnya, tubuh sulit mengurai senyawa sulfur tadi. Dan akhirnya..mudah ditebak. Minimal kita akan mengalami gangguan pernapasan atau setidaknya iritasi pada berbagai saluran pernapasan.

Ah...rasa-rasanya kok jadi sedemikian sistemiknya ya fenomena jalan kaki itu sehat. Seperti kasus Bank Century saja yang disinyalir berdampak sistemik jika tidak di-bailout.

Sebenarnya saya mau bercerita bahwa sore menjelang malam hari ini saya dan kekasih juga melakukan jalan kaki. Tentu saja disengaja. Namun, bukan karena alasan sehat, melainkan karena kami berdua kehabisan ongkos untuk bayar angkutan umum untuk pulang ke rumah dari gereja tempat sebelumnya kami beribadah.

Itu saja!!