8/29/11

Hilal

Ini bukan nama orang. Juga bukan nama makanan. Tapi ini adalah sebuah konsep dalam terminologi Islam di mana menurut website Hilal Observatorium Bosscha, Hilal adalah penampakan bulan sabit muda yang terlihat dari permukaan bumi setelah konjungsi/ijtimak. Lebih jauh lagi, banyak kegiatan penting ke-Islam-an mengambil dasar posisi bulan di langit, seperti Tahun Baru Hijriah, awal shaum Ramadhan, dan Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha.

Malam ini (29/08) si Hilal menjadi begitu tenar. Bahkan jika dilakukan evaluasi tingkat popularitas melalui media monitoring, maka dia bisa dikatakan lebih populer dari sang tokoh paling fenomenal dalam 3 bulan belakangan: Nazaruddin.

Setidaknya itu yang terpantau secara jelas dari seluruh media massa malam ini di Indonesia. Hampir semua televisi nasional menyiarkan secara langsung sidang Isbat yang memperdebatkan Hilal tadi. Demikan halnya juga dengan media elektronik lain seperti radio. Tentu saja tidak ketinggalan media online atau internet yang hampir setiap menit (atau bahkan detik) meng-update hal-hal yang terkait degan Hilal tersebut. Bahkan patut diduga, esok hari, Hilal juga akan ‘menempati’ posisi terhormat media massa cetak, yaitu halaman pertama atau bahkan jadi judul utama berita hari itu.

Yang menarik, tingkat popularitas Hilal ini juga bisa disimak dari gang ke gang di beberapa kawasan tempat tinggal warga negara Indonesia. Setidaknya di wilayah tempat tinggal saya di daerah Jati Padang Baru, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Mesjid Hayatul Islam yang jaraknya kurang dari 50 meter dari rumah saya menyiarkan secara langsung perdebatan sidang Isbat melalui pengeras suara di menara mesjid tersebut.

Bagi saya, fenomena ini sangat amat menarik. Manakala saya dan seluruh warga negara Indonesia ‘terkurung ‘ dalam serangan informasi perdebatan Hilal demi menentukan jatuhnya 1 Syawal 1432 H sehingga lebaran dapat dilaksanakan secara massal di republik ini.

Ya, saya memberikan perhatian khusus akan fenomena ini sebab, sepanjang saya tinggal di rumah saya ini (hampir 20 tahun) tidak pernah barang satu kalipun saya dengar mesjid di samping rumah saya me-relay sidang Isbat seperti halnya yang dilakukan beberapa televisi berita nasional. Dan dampaknya sungguh dahsyat. Di dalam rumah saya mendengar sebuah informasi dari televisi sementara dari dalam rumah juga sayup-sayup saya dengar suara TOA mesjid akan hal yang sama (soal sidang Isbat). Hanya saja ada sedikit perbedaan waktu-sekitar 1-2 menit-delay suara antara yang saya dengar di rumah dengan yang saya dengar dari luaran sana.

Lebih menarik lagi, tatkala perbedaan dalam menentukan Hilal sejatinya sudah pernah terjadi dan diduga akan tetap terjadi di kemudian hari. Namun, terpaan informasi yang sedemikian ‘hebohnya’ baru kali ini saya rasakan.

Saya sendiri tidak mau memperdebatkan soal silang pendapat Hilal tersebut. Juga demkian halnya dengan perbedaan tradisi dalam penyelenggaran lebaran. Pasalnya, selain saya tidak menguasai soal itu, juga tidak esensial bagi saya memperdebatkan sesuatu yang berhubungan dengan transendental atau menonjolkan hal-hal yg bersifat kerohanian, abstrak, dan sukar dipahami. Bagi saya, hal tersebut bukan untuk diperdebatkan tapi untuk diyakini dan diimani. Dan yang utama, masalah iman, sama sekali tidak bisa diperdebatkan yang notabene landasannya adalah logika.

Saya hanya membayangkan, bagaimana jika fenomena serupa: seluruh media dan mesjid secara serentak menyiarkan informasi tertentu, diarahkan ke hal-hal yang bukan lagi transendental. Misalnya soal kepercayaan kita terhadap pemerintah.

Kira-kira, apa jadinya manakala semua media dan mesjid punya agenda setting yang sama dengan mengumumkan bahwa pemerintah kali ini sudah tidak dapat dipercaya lagi. ‘Berhubung banyak janji yang tidak bisa pemerintah penuhi selama masa kepemimpinan periode ini, maka diputuskan mulai besok seluruh rakyat Indonesia tidak lagi memiliki pemimpin. Artinya kita dapat suka-suka dalam berbuat di republik ini’ begitu suara yang terdengar dari corong pengeras suara di ujung menara mesjid-mesjid seluruh Indonesia. Satu-dua menit berikutnya, hal serupa terdengar juga dari radio-radio baik FM maupun AM di seantero Nusantara. Begitu juga dengan televisi-televisi nasional.

Tapi…kira-kira kalo di mesjid dan radio suaranya saja yang terdengar, bagaimana dengan di televisi ya? Maksudnya, gambar siapa (atau bahkan apa) yang akan muncul di televisi???

Hmmm…ini dia, baru bisa diperdebatkan. Tapi seperti lagu The Cranberries: ‘Just My Imagination’. Lagi-lagi itu hanya bayangan dari imajinasi saya. Dus, kalau mau diperdebatkan, ya sumonggo loh…Tapi, mbok yao kalau mau mendebat, tolong diingat slogan utama dalam berdebat ya: ‘Bebas Tapi Sopan…’ ;)



darisudutkamar
290811
21:34

*Image courtesy of http://ridho-avada.blogspot.com/2010/12/sejarah-lambang-bulan-bintang-islam.html

8/9/11

Selamat Tidur Indonesia... ;)


..menutup malam sambil mengingat pepatah bijak: 'Jangan menjawab orang bebal menurut kebodohannya, supaya jangan engkau sendiri menjadi sama dengan dia.'
Selamat tidur Indonesia... ;)




*Image courtesy of http://coocooforclocksblog.com/wp-content/uploads/2011/05/cartoon_owl_sitting_on_a_book_T.png