6/9/24

Menikmati Kebodohan

Image taken from: https://www.spreadshirt.com.au/shop/design/dumb+sticker-D5fb246cf88a2f447207e3468?sellable=QzAQ0LbmdvHeg4znZ3QM-1459-215


Apakah ada orang yang mau disebut sebagai orang bodoh?

Hm,...

Aku meragukan, kalau ada yang mau.

Musababnya, menjadi bodoh adalah buruk. Dan, pastinya erat dengan perasaan tidak nyaman. 

Tapi, bagaimana kalau pertanyaannya sedikit dimodifikasi menjadi: Bagaimanakah kita bisa mengatakan seseorang atau sesuatu (tindakan) itu bodoh, sementara manusia sendiri sejatinya tidak mengetahui secara pasti bagaimana cara otak mereka bekerja?

Yep, aku meragukan kecanggihan ilmu pengetahuan yang mengatakan bahwa manusia mampu menjabarkan secara pasti bagaimana mereka mengerti dan memahami cara otak manusia bekerja, sehingga bisa berujung pada tindakan melabelkan ini bodoh atau itu pintar?

Intinya, bagaimana mungkin manusia bisa menilai (atau menghakimi) sesuatu di saat mereka sendiri tidak bisa menjabarkan secara pasti bagaimana penilaian itu sesungguhnya bekerja?

Satu-satunya yang bisa memberikan kepastian akan bagaimana cara otak bekerja tidak lain dan tidak bukan adalah pihak yang menciptakan otak itu sendiri. 

Maka, dengan demikian, secara otomatis, secara alamiah, sang pencipta itulah yang paling berhak untuk memberikan penilaian akan baik atau buruk terhadap segala sesuatu, termasuk akan bodoh tidaknya seseorang atau sesuatu (tindakan) tadi.

Nah, di titik inilah aku tersadarkan. sesuatu yang paling berhak itu secara konseptual disebut dengan pencipta. Ada juga yang memperhalus dengan mengatakannya sebagai semesta. Atau, bahkan ada yang melabelkan sebagai yang Maha Kuasa. 

Aku sendiri dengan iman Kristiani menyebut dengan Tuhan Yesus Kristus!

Dialah sejatinya yang menciptakan otak manusia dan mengetahui bagaimana semua di dunia ini bekerja dan berjalan dengan harmonis. Dia pulalah yang telah merancangkan segalanya sehingga pada-Nyalah melekat hak alamiah menilai keberhasilan atas cipataan-Nya itu.

Di situlah, aku tersadarkan!

Bahwa aku sesungguhnya bodoh, karena keterbatasanku sebagai ciptaan-Nya, yang bukan hanya tidak mengetahui bagaimana cara aku hidup dan bekerja (menjalani hidup; termasuk memahami bagaimana otak ini bekerja sehingga aku bisa melakukan ini dan itu, atau bahkan tidak bisa melakukan ini dan itu), tetapi juga aku tidak mengetahui apa yang akan terjadi di masa depan. 

Ah, jangankan masa depan, sedetik setelah aku mengedipkan matapun aku tidak tahu apa yang akan terjadi.

Syahdan, Tuhan Yesus Kristus-lah yang kuasa penuh. Yup, sekali lagi kuulangi, berkuasa penuh dan berdaulat!

Jadi, tidak ada cara lain lagi yang bisa kulakukan kalau sudah begitu. 

Berserah adalah cara yang paling efektif untuk menyelaraskan kehidupan ini dengan rencana dan rancangan sang Kristus itu.

Kalau, aku lebih melabelkannya dengan sebutan: Menikmati kebodohan (dan keterbatasanku sebagai cipataannya..)


-PO-

090624

*DariSudutKamarDiFootscray. 

**TulisanKaliIniTerinspirasiDariKhotbahMingguPagiDiGerejaICCMelbourneTentangAyub42YangKudengarSecaraSayupSayupSebelumTertidurDitengahKhotbahTersebut :p