12/3/24

Pada sebuah rintik hujan..

Foto koleksi pribadi xixixi..

Seandainya tadi siang (03/12/24) gerimis hujan tak menyapa kawasan Mangga Dua, Jakarta Utara, bisa jadi Ogut 'kebobolan' kesempatan icip kenikmatan hakiki: Makan bakso gepeng ala Amung, di pinggir jalan Mangga Dua (antara stasiun kereta Jakarta Kota dan ITC Mangga Dua).


Dan,..langit mendung nan muram durja seketika berubah menjadi ceria nan mengenyangkan hahaha..


Ciao!


-PO-

*MeresapiSisaKenikmatanBaksoGepengAmungPlusTahuIsiSapiPorsiJumboLengkapDenganBihunnya ;)

11/9/24

Trump, Prabowo dan YouTube

Sumber gambar: https://www.wartamu.id/sejarah-berdirinya-youtube/#google_vignette


Dunia baru saja memiliki pemimpin baru. Namanya Donald J. Trump. Loh, kok dunia? Ini agak menyederhanakan! Tenang, selama mata uang dollar Amerika masih menjadi barometer perdagangan dunia, maka rasanya, rasanya terlalu naif jika kita enggan mengakui kedigdayaan negara paman Sam itu.


Indonesia juga belum lama memiliki pemimpin baru. Hanya hitungan bulan saja kok selisihnya. Bapak Jenderal (Purn) Prabowo Subianto namanya. Baru saja dilantik sebagai presiden Indonesia ke-8 untuk periode 2024 - 2029.


Tapi, ada satu hal yang menarik. Ke-duanya memiliki kesamaan yang unik, khususnya dalam konteks masa kampanye menuju kursi kepresidenan tersebut. Beliau berdua sama-sama tampil di YouTube dengan berpartisipasi dalam sebuah acara program podcast ala YouTube. Kalau Bapak Prabowo tampil bersama podcast-er Deddy Corbuzier, Presiden Trump tampil di podcast show Joe Rogan. Oiya, para podcaster itu adalah persona dengan jumlah penonton podcast terbanyak di masing-masing negara.


S-W-G-L?!

So - What - Gitu - Loh?!


Di situ saya resah. Ada apa dengan fenomena YouTube ini?


Segitu dulu aja, yah..


Anggap aja ini berbagi keresahan semata. Soal, jawaban dari pertanyaan itu, nanti kita cari hari baiknya dulu sambil mengingat kata orangtua: Bukankah orang sabar disayang Tuhan? hehe..


Ciao!


-PO-

#SelamatHariMingguSemua!

*101124 ; 11:00am.

10/21/24

Bersabar adalah Koentji

Sumber foto: https://www.voltageleadershipconsulting.com/blog/tag/Patience



Hari ini bertemu kawan lama. Mari kita sebut saja namanya si Kumbang. Sebab dia seorang laki-laki. Kalau dia seorang perempuan, ada baiknya kita sebut dia dengan sebutan Bunga. Senyum dulu, dong...Hehehe

Kita bicara cukup lama. Dari siang hari hingga larut malam. Berdua saja. Dan hanya ditemani dengan panganan seadanya. Mungkin ini yang disebut kawan sejati: 'Hanya' makan mi ayam 'gerobagan' di pinggir jalan plus teh botol dingin, tidak mengurangi keriaan bercengkerama hingga berjam-jam lamanya. Atau jangan-jangan beginilah seharusnya yang namanya berteman itu, bicara dengan rasa riang gembira meluputkan perhatian dari kemewahan suasana dan perintilan pengikutnya. 

Oiya, saya dan si Kumbang bercengkerama di warung pinggir jalan di daerah Ancol, Jakarta Utara. Tentu saja jauh dari kata kemewahan apalagi kekinian (baca: Instagramable tempat nongkrongnya xoxoxoxo).

Nah, yang menjadi topik utama perbincangan kita adalah masalah personal. Tepatnya, cerita berkisar seputar isi hati dan pikiran saya. Yah, singkatnya saya bicara PELACUR aka Pelan-pelan curhat! #Ea...

Semua ditumpahkan. Semua dikeluarkan. Bahkan untuk bayar mi ayam dan teman-temannya, saya juga yang mengeluarkan isi dompet demi 'mengamankan' perbincangan kita tadi..Maklum, namanya totalitas, yah memang begitulah seyogyanya #Uhuy :p

Tapi Kumbang ini memang kawan yang sejati. Bukan hanya menjadi pendengar yang baik dari cerita saya, tapi juga memberikan respon yang brilian. Setiap tanggapannya tidak menggurui alias sok tahu atawa sotoy, kalau kata anak jaman sekarang hehe..

Kumbang lebih banyak memberi komentar dengan cara berempati. Tidak pula menasehati macam orang-orang tua atau yang berlagak tua (baca: Ketuaan :p).

Satu hal yang menarik dari seluruh tanggapan dia adalah kemampuan dia dalam memberikan gambaran besar atas semua cerita saya tadi. Kerennya dia mampu memberikan big picture atas keresahan saya. Dan untuk itu, dia menyarankan dengan sangat saya untuk memiliki tingkat kesabaran yang lebih tinggi lagi. Katanya: Brur, GnR tuh udah dari tahun '88 ingetin semua orang termasuk kite kalau hidup ini harus bersabar dalam menghadapi segala sesuatu. Nah sekarang di taon 2024 lu diingetin lagi, baeknya kalo lu ada harapan, sabar aje sebab semua indah pada waktunya..'

Saya terhenyak. Bukan apa-apa. Saya mau ketawa terbahak-bahak, tapi takut dosa.. Aya aya wae kawan saya itu.

Ciao!

PO
*Thanks berat brur, lau udah mau dengerin 'Pelacur' Ogut tadi..Yuk lah kita dengerin lagi lagunya GnR yang Patience ituh hehe






10/1/24

Hope is good!

Apa yang paling berharga dalam hidup ini?


Ndak usah dijawab juga hehe..

Sumber foto: https://mahaiwe.org/event/the-shawshank-redemption-1994-2/


Kalau kata tokoh pemeran utama film The Shawshank Redemption, hanya satu jawabnya: 

Hope! Because,..hope is good!


Dan, Ogut setuju sekali dengan itu. 


Oiya, filmnya juga bagus sekali loh..


Tonton deh hehe..


Ciao!


PO

*DariSudutKamarPasarMingguYangMulaiBertarungSengitDenganKomplotanNyamukGenit :(

9/18/24

Mau nulis apa, ya???

Sumber ilustrasi: https://id.pinterest.com/pin/illustration-sketch-of-confused-man--557320522643936907/



Banyak sekali yang berkelindan di dalam benak malam ini.


Revisi jurnal yang tak kunjung rampung;

Harap-harap cemas akan harapan (indah);

Keinginan mau nulis indah;

Cacing-cacing perut yang terasa mulai memainkan lagu lama dengan nada dasar Do = L (apar);

Sampai pikiran atas teks teman di Palangkaraya: "Rindu sama Vimvinan";

Duh,..benar-benar bingung mau nulis apa sebenarnya Ogut ini?


Ciao!


-PO-

*190924; 00.18am

**DariSudutKamarPasarMingguSambilMeratapiPergelanganKakiYangSecaraAjaibSakitTakTerperiHiks

***JugaSambilMeresapiTernyataOgutSudahSetahunLohResmiMenyandangGelarTertinggiDiJagatRayaIniSebagaiPhD ;) 

8/19/24

Sukacita

 Hatiku, bersukacitalah!


Bersukacitalah..


Bersukacitalah..


-PO-


*200824; 0457pm

8/12/24

Kehendak

Sumber foto: https://familyradio316.com/the-power-of-a-vision-vision-and-desire/ 


Tersiar kabar, ada peristiwa mengejutkan terjadi di dunia politik Indonesia. Seorang tokoh partai besar tiba-tiba saja undur diri dari posisinya. Menjadi mengejutkan karena kemunculan peristiwa ini relatif tidak terduga sebelumnya. 


Lalu muncullah pertanyaan. Apa penyebab peristiwa itu? "Ini demi keutuhan partai". Begitu jelas sang tokoh tersebut. Dan, selayaknya manusia yang sejatinya penuh dengan tanda tanya, pertanyaan lain pun seolah tak terelakkan: "Apakah itu kehendak sang tokoh atau ada faktor lain yang berperan di sana?"


Aha! Soal kehendak menjadi utama.


Siapa tahu kehendak sang tokoh itu sesungguhnya? Tentu saja dia sendiri yang paling tahu. Habis waktu dan energi mencoba berspekulasi. Sebab, peristiwa itu sudah terjadi dan Tuhan menghendaki itu!


Lagi dan lagi! Kehendak jadi soalnya. Kali ini nama Tuhan disebut. Saya mencoba untuk tidak melibatkan Tuhan. Tapi, apa daya. Tuhan memang terlalu MAHA dan KUASA. Mustahil rasanya menghindar dari kehendak-Nya.


Tuh, kan?! Kehendak lagi...kehendak lagi yang jadi perkara. Kalau Tuhan yang berkehendak, siapa bisa melawan?


Saya amini itu! Kalau Tuhan sudah berkehendak, apapun akan terjadi!


Tetiba, saya tertarik berefleksi. Banyak yang telah saya capai (juga yang tidak dicapai atau bahkan akan). Apakah itu semua artinya kehendak saya yang mewujudnyata? Ingin rasanya mengaku, iya. Tapi saya coba lebih jauh lagi mengingat-ingat. Ternyata, itu semua adalah KEHENDAK TUHAN YANG JADI! (melalui peluang dan kemampuan yang muncul seolah begitu saja, padahal Tuhan sudah merenda itu semua untuk menjadi nyata).


Dan, tenanglah kini hati saya, bahwa untuk memahami segala peristiwa yang terjadi bisa dimaknai dari pengakuan Tuhan yang punya kehendak (untuk itu semua terjadi). 


Pun demikian dengan hari esok. Sungguh sepantasnya dan selayaknya saya mengatakan kembali (paling ndak kepada diri sendiri):   

Tuhan, biarlah KEHENDAK-MU yang jadi, bukan kehendak-ku!


Ciao!


-PO-

*120824; 11.50pm



7/17/24

Sang Pembeda

Kover buku karya JD Vance. Diambil dari https://www.amazon.com.au/Hillbilly-Elegy-J-D-Vance/dp/0062300547
 


Tulisan ini ditulis tengah malam. Penuh kegelisahan, hasrat dan semangat (saya mencoba mencari padanan kata yang tepat dari COURAGE di dalam bahasa Inggris tapi yang terlintas adalah semangat itu). Tapi, di sisi lain, kondisi fisik dan mental teramat sangat lelah. Maka, harap maklum kalau secara struktur tata kalimat seharusnya tulisan ini jauh lebih bisa menemukan keindahan dan makna yang lebih bernilai. Utamanya soal koherensi antar-kalimat.


Ah, terbaca seperti terlalu panjang untuk sebuah pengantar tulisan. Tapi, inilah namanya pembeda. Tulisan yang berbeda tapi dengan keterangan yang menyerta. Harapannya, kejelasan masih tampak di sana.


Bicara soal pembeda, sebenarnya saya ingin bertutur soal sosok. Namanya JD Vance. Dia adalah politisi muda (kelahiran tahun 1984) yang dipilih secara resmi sebagai calon wakil presiden Amerika Serikat mendampingi Donald Trump, sang calon presiden. Dahsyat, bukan?! Iya dong?! Terlalu sekali kalian kalau tidak melihat Vance dari sisi usia sebagai sebuah fenomena yang dahsyat. Wakil presiden negara adikuasa dunia, loh?!


Soal biografi, atau bahkan latar belakang lengkap Vance, monggo dibaca sendiri di banyak referensi di dunia maya. Seperti yang saya katakan di awal, malam dinihari ini saya sedang sangat lelah tapi ingin sekali menuliskan isi otak ini. Satu hal yang menjadi pusat perhatian saya adalah bukan hanya usia Vance yang masih sangat relatif muda untuk menjadi pemimpin negara adidaya, tetapi alasan terpilihnya Vance menjadi sesuatu pembeda dari yang ada (dan pastinya yang pernah ada).


Ah, saya suka sekali dengan terminologi pembeda ini. Sebab, secara konseptual, pembeda ini dalam perspektif ilmu komunikasi (yang selama ini menjadi bidang yang saya geluti dan nikmati-bukan hanya kuasai karena sejatinya ilmu komunkasi adalah sekumpulan tips kehidupan dalam menjalin hubungan baik dengan sesesama manusia demi mencapai harmoni-ini juga saya pilih sebagai adopsi kata Indonesia terbaik dari bahasa Inggris, yaitu mutual understanding). Pembeda itu sejatinya erat kaitannya dengan konsep penanda, yang dalam bahasa Inggris lagi disebut sebagai signifier.


Dan, menurut BBC.com salah satu alasan terpilihnya Vance sebagai VP Donald Trump adalah Hillbilly Elegy. Vance menulis memoar dalam judul tersebut dan menjadi fenomenal alias terkenal, termasuk setelah buku itu-yang terbit pada 2016-menjadi serial netflix pada 2020. Ternyata, sosok Vance dengan karya itu menjadi poin yang signifikan yang mampu menutup lubang yang Trump rasakan dalam perebutan kekuasaannya kembali di tahta gedung putih tahun 2024 ini.


Masih ada lagi! Satu hal yang menjadi unsur kunci pembeda Vance adalah kalimat pembuka dari buku tersebut. Intinya-saya parafrase dengan terjemahan bebas bahasa Indonesia-bahwa Vance merasa dirinya adalah orang biasa. Meski dia lulusan fakultas Hukum Yale University-sebagai salah satu kampus terbaik dunia, tapi tetap itu adalah biasa saja. Sebab, sekitar 200 orang juga lulus dari kampus itu setiap tahunnya. Jadi, apa yang beda dong kalau begitu? (Sebagai catatan, kemampuan untuk melabelkan bahwa lulus Yale Uni hanya dengan selembar bukti ijasah adalah sesuatu yang biasa merupakan kemampuan tersendiri yang menjadi pembeda kelas pribadi Vance dari yang lainnya, dan saya sangat suka dengan ini, bahkan cenderung telah menerapkannya dalam beberapa konteks kehidupan). 


Nah, di titik itulah, Vance memutuskan untuk menulis Hillbilly Elegy ini sebagai pembeda dirinya baik secara kualitas maupun kuantitas. Di mana, buku ini adalah cerita non-fiksi alias memoar yang sepenuhnya bertutur tentang dirinya dan masa lalunya, dengan mengambil sudut pandang cerita keluarganya sebagai imigran keturuan Irlandia yang miskin dan penuh dengan masalah sosial. 


Dahsyat, kan?!


Saya pikir, kita bisa sependapat soal kedahsyatan ini. Yah, meski selalu ada ruang untuk berbeda pandangan. tetapi, toh kalau ketemu, masih bisa ngopi bareng duns?! hehe..  


Omong-omong, karya pembeda Vance ini ditulis tahun 2016 saat dia masih berusia 31 tahun. Dan, 4 tahun berselang, serial Netflix dengan judul yang sama mengudara. Siapa nyana, pada 2024 ini, JD Vance dipilih menjadi calon Wakil Presiden Amerika Serikat mendampingi Donald Trump, yang sangat berpotensi besar menang pemilu, terlebih karena mendapatkan simpati luar biasa akibat menjadi korban penembakan beberapa hari yang lalu.


Dan, omong-omong lagi, saya juga sudah nulis buku loh. Bukan memoar, tapi novel. Apakah itu juga bisa menjadi pembeda? Maksudnya pembeda yang dua kali empat tahun berikutnya akan berbuah sesuatu yang dahsyat seperti yang dinikmati oleh Vance?


Entahlah!


Sudah ngantuk, euy...


Sudah dulu yah..


Ciao!


-PO-

01.47am; 180724

6/9/24

Menikmati Kebodohan

Image taken from: https://www.spreadshirt.com.au/shop/design/dumb+sticker-D5fb246cf88a2f447207e3468?sellable=QzAQ0LbmdvHeg4znZ3QM-1459-215


Apakah ada orang yang mau disebut sebagai orang bodoh?

Hm,...

Aku meragukan, kalau ada yang mau.

Musababnya, menjadi bodoh adalah buruk. Dan, pastinya erat dengan perasaan tidak nyaman. 

Tapi, bagaimana kalau pertanyaannya sedikit dimodifikasi menjadi: Bagaimanakah kita bisa mengatakan seseorang atau sesuatu (tindakan) itu bodoh, sementara manusia sendiri sejatinya tidak mengetahui secara pasti bagaimana cara otak mereka bekerja?

Yep, aku meragukan kecanggihan ilmu pengetahuan yang mengatakan bahwa manusia mampu menjabarkan secara pasti bagaimana mereka mengerti dan memahami cara otak manusia bekerja, sehingga bisa berujung pada tindakan melabelkan ini bodoh atau itu pintar?

Intinya, bagaimana mungkin manusia bisa menilai (atau menghakimi) sesuatu di saat mereka sendiri tidak bisa menjabarkan secara pasti bagaimana penilaian itu sesungguhnya bekerja?

Satu-satunya yang bisa memberikan kepastian akan bagaimana cara otak bekerja tidak lain dan tidak bukan adalah pihak yang menciptakan otak itu sendiri. 

Maka, dengan demikian, secara otomatis, secara alamiah, sang pencipta itulah yang paling berhak untuk memberikan penilaian akan baik atau buruk terhadap segala sesuatu, termasuk akan bodoh tidaknya seseorang atau sesuatu (tindakan) tadi.

Nah, di titik inilah aku tersadarkan. sesuatu yang paling berhak itu secara konseptual disebut dengan pencipta. Ada juga yang memperhalus dengan mengatakannya sebagai semesta. Atau, bahkan ada yang melabelkan sebagai yang Maha Kuasa. 

Aku sendiri dengan iman Kristiani menyebut dengan Tuhan Yesus Kristus!

Dialah sejatinya yang menciptakan otak manusia dan mengetahui bagaimana semua di dunia ini bekerja dan berjalan dengan harmonis. Dia pulalah yang telah merancangkan segalanya sehingga pada-Nyalah melekat hak alamiah menilai keberhasilan atas cipataan-Nya itu.

Di situlah, aku tersadarkan!

Bahwa aku sesungguhnya bodoh, karena keterbatasanku sebagai ciptaan-Nya, yang bukan hanya tidak mengetahui bagaimana cara aku hidup dan bekerja (menjalani hidup; termasuk memahami bagaimana otak ini bekerja sehingga aku bisa melakukan ini dan itu, atau bahkan tidak bisa melakukan ini dan itu), tetapi juga aku tidak mengetahui apa yang akan terjadi di masa depan. 

Ah, jangankan masa depan, sedetik setelah aku mengedipkan matapun aku tidak tahu apa yang akan terjadi.

Syahdan, Tuhan Yesus Kristus-lah yang kuasa penuh. Yup, sekali lagi kuulangi, berkuasa penuh dan berdaulat!

Jadi, tidak ada cara lain lagi yang bisa kulakukan kalau sudah begitu. 

Berserah adalah cara yang paling efektif untuk menyelaraskan kehidupan ini dengan rencana dan rancangan sang Kristus itu.

Kalau, aku lebih melabelkannya dengan sebutan: Menikmati kebodohan (dan keterbatasanku sebagai cipataannya..)


-PO-

090624

*DariSudutKamarDiFootscray. 

**TulisanKaliIniTerinspirasiDariKhotbahMingguPagiDiGerejaICCMelbourneTentangAyub42YangKudengarSecaraSayupSayupSebelumTertidurDitengahKhotbahTersebut :p 

4/29/24

Menyala

Foto hanyalah pemanis, kebetulan ada tulisan nama yang mirip dengan nama saya di dalam foto itu hehehehe..

 

..semenjak aku masuk tivi (TVRI WORLD) di program talkshow berita STARTING POINT banyak orang menyebut atau melabelkanku dengan kata 'menyala'. Kadang bukan hanya sekadar sebutan itu, tetapi seringkali kata tersebut diikuti dengan ikon semacam api (yang mungkin terasosiasi dengan api yang menyala tadi).


Ah, entahlah. Senang rasanya melihat ragam tanggapan tersebut. Lebih senang lagi karena itu sangatlah menghibur.


Tapi, yah,...kalau mau diceritakan lebih jauh. Ada yang lebih menghibur loh... :) 


Apalagi kalau bukan efek ikutan setelah penampilan di televisi nasional milik pemerintah tersebut. 


Hayo,...apa coba??? *SambilMolaikMelirikAplikasiBankBUMNTerbesarDiIndonesia xixixixi..


Ciao!


-PO-


4/14/24

CSO

Barusan tilpunan sama perempuan. Biasa disebut Customer Service Officer alias CSO. Ada juga yang memanggilnya dengan customer service. Bahkan, ada yg lebih singkat lagi: ce es. Dia membantuku menambahkan jumlah data langganan internet untuk tilpunan.

Percakapannya lancar. Bahkan cenderung singkat. Karena masalah terselesaikan dengan sekejap. Hanya, rasanya yang tidak biasa. Ada yang tersisa dari percakapan pendek tadi.

Suaranya teramat renyah!

Ah,..beruntung sekali aku malam ini.


Ciao!


-PO-

*DariSudutRuangKerjaDiPasarMinggu

140424; 07:53pm.

3/9/24

Transpuan

Buku-buku koleksi para anggota komunitas buku Bookclan yang sempat aku dokumentasikan pada Sabtu sore (09/03/24) di Lapangan Banteng, Jakarta.

Buku adalah jendela dunia. Begitu metaforanya. Tapi lain ceritanya manakala kita berbicara mengenai komunitas pecinta buku. Maka sebuah jendela seolah terlalu sempit dan kecil untuk bisa menampung luapan cerita dari tiap kepala para pembaca buku, lengkap dengan pemaknaan akan buku dan juga hidup yang sangat mengagumkan. 

Aku menikmati betul interaksi dengan setiap kepala penikmat dan penutur cerita dari buku di komunitas ini. Komunitas buku Bookclan namanya. Apalagi saat seorang bernama ‘Mila’ (nama samaran) mulai bertutur lebih jauh tidak hanya apa yang dia baca, tapi juga tentang siapa dia. Cerita yang menyeruak sungguh tidak hanya mengagetkan tapi juga mengagumkan. 

 “Aku merasa kurang nyaman kalau berjalan kaki di sini, orang-orang seperti tidak ramah terhadapku” kata Mila sembari menengok ke kanan dan ke kiri saat bercerita kepadaku di sepanjang perjalanan dari stasiun Juanda (setelah dari Lapangan Banteng) menuju Stasiun Gondangdia, tempat kami kongkow menikmati camilan ala pinggir jalan khas Jakarta Sabtu sore tadi (09/03/24). “Orang-orang ini masih tidak bisa menerima keberadaan seorang transpuan”.

Itulah momen di mana aku merasa sangat beruntung. Mendapatkan cerita indah bukan dari sebuah buku, tapi seorang pecinta buku yang punya pemaknaan berbeda akan hidup dan manusia di kehidupan ini. Aku juga beruntung bisa mendapatkan cerita dari Mila dengan sangat gamblang dan sangat terbuka. Tentu ini juga menjadi jawaban tersendiri dalam hati, sesaat aku melihat Mila pertama kali dengan atribut kewanitaannya yang tampak seperti pria. 

Tidak terasa, hampir 3 jam aku menjadi rekan bicara Mila Sabtu sore tadi. Banyak hal tersingkap. Termasuk keluarga, yang menolak dan mengusirnya dari rumah-di mana Mila sekarang menjadi aktivis transpuan dan tinggal di penampungan sementara di sebuah gereja kecil di bilangan Jakarta Barat. Hingga rencana Mila hendak melanjutkan studi ke University of Melbourne, Australia. 

Jangan-jangan ini yang disebut dengan semesta merestui. Ada tangan yang tak terlihat alias ‘invisible hand’ yang mengarahkanku untuk bertemu Mila, kemudian memberikan buku novel Nempariku kepadanya secara cuma-cuma. Mila senang luar biasa menerima buku ini. Katanya, aku memang sedang mempersiapkan seluruh berkas untuk melamar beasiswa S2 ke Australia melalui jalur beasiswa AAS. Sebab, hanya AAS lah yang dia ketahui sebagai sponsor yang sangat ramah terhadap kaum transpuan seperti dirinya. “Yah, kan mas sendiri tahu. Transpuan biasanya termagirnalkan karena goblok. Tapi aku kan jago bahasa Inggris dan lulusan Sarjana Sastra Prancis dari UI” 

Akupun hanya tersenyum. Menandakan persetujuan atas apa yang dia tuturkan. Karena sebelumnya aku dan Mila saling bercakap dalam bahasa Inggris secara lancar. Dan pastinya mensyukuri pertemuan ini. Musababnya, cerita Mila dan dan kawan-kawan Bookclan lainnya lebih luas dari sekadar jendela untuk melihat dunia yang sangat terbatas pada frame kanan-kiri dan atas-bawah yang mengitarinya.